Selengkapnya mengenai administrasi Perpajakan

Advertisement
       
      
              
    
  
  
Administrasi Perpajakan (Tax Administration) sebagai Pelaksanaan dari Ketentuan Perpajakan (Tax Law)





Sistem pemungutan pajak terdiri dari unsur ketentuan pajak (tax law) serta administrasi pajak (tax administration) untuk melaksanakan ketentuan tersebut. Untuk dapat mengimplementasikan pemungutan pajak maka harus dilakukan melalui administrasi pajak. Gunadi (2005) memaparkan pengertian tentang administrasi perpajakan sebagai berikut: “Semua kegiatan administrasi terlihat dalam kegiatan catat-mencatat, namun demikian administrasi pajak adalah bukan kegiatan catat-mencatat biasa akan tetapi catat-mencatat sebagaimana yang dipandu dan yang dikehendaki oleh peraturan perundang-undangan. Jadi pengertian administrasi pajak adalah bagian dari pelaksanaan hukum formal di bidang perpajakan dalam rangka menjalankan fungsi pelayanan, pengawasan dan pembinaan, karena administrasi perpajakan melalui pelaksanaan tata usaha perpajakan dan sarananya timbul bukan karena hasil imaginasi ataupun rekaan dari para penyelenggara, akan tetapi disusun sebagai kehendak ketentuan formal perpajakan untuk melaksanakan misi menjadikan ketentuan material perpajakan suatu kenyataan yang baik dan benar. Sebagai salah satu instrumen pelaksanaan di bidang perpajakan dalam rangka menjalankan fungsi pelayanan masyarakat, pengawasan masyarakat dalam rangka pelaksanaan kewajiban perpajakan, dan pembinaan dari pelaksanaan pengawasan dimaksud.”

Selanjutnya Gunadi (2005) menambahkan bahwa administrasi pajak bukan hanya merupakan kepentingan dari negara sebagai pemungut pajak, akan tetapi juga merupakan kepentingan dan hak dari para Wajib Pajak agar segala pelaksanaan kewajiban dan hak-hak perpajakannya ditatausahakan dengan baik dan benar. Oleh karena itu penyimpangan tata usaha perpajakan dari ketentuan peraturan perundang-undangan akan menimbulkan persengketaan dengan masyarakat dan khususnya masyarakat Wajib Pajak.

2.        Kedudukan Administrasi Perpajakan dalam Mekanisme Hukum Pajak
Dalam sistem perpajakan yang menganut self assessmen, ketentuan formal sebagai hukum acara perpajakan menduduki posisi yang sangat penting karena sistem hukum meletakkan pelaksanaan kewajiban perpajakan sebagai pelaksanaan kewajiban kenegaraan kepada Wajib Pajak. Oleh karena itu, pelaksanaan ketentuan formal oleh aparatur pajak dapat pula dikatakan bahwa aparatur tersebut sedang beracara dengan Wajib Pajak.
Fungsi Wajib Pajak adalah sebagai pelaksana kegiatan kewajiban perpajakan atau rowing. Sedangkan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) sebagai ketentuan formal perpajakan dalam pelaksanaan hukum dengan sendirinya tidak dapat dilakukan begitu saja, namun memerlukan suatu alat atau instrumen pelaksanaan berupa Tata Usaha Perpajakan (sebagai pelaksanaan hukum acara dibidang administrasi perpajakan), pemeriksaan pajak (sebagai pelaksanaan hukum acara dibidang pemeriksaan pajak), penagihan pajak (yaitu hukum acara penagihan pajak) dan Peradilan Pajak (yaitu hukum acara peradilan pajak).

3.        Sasaran Administrasi Perpajakan
Sasaran administrasi perpajakan adalah administrasi perpajakan harus mampu merealisisasikan potensi pajak menjadi penerimaan pajak secara maksimal. Parameter efektifitas administrasi perpajakan selanjutnya diukur dari seberapa optimal sasaran tersebut dapat dicapai. Dalam rangka mencapai sasaran tersebut, Kantor Pelayanan Pajak melakukan kegiatan berupa penjaringan Wajib Pajak yang belum terdaftar melalui kegiatan ekstensifikasi, menggali potensi pajak secara maksimal melalui kegiatan intensifikasi pajak, menerapkan law enforcement kepada Wajib Pajak yang melakukan pelanggaran, serta mewujudkan kepatuhan Wajib Pajak.
Oleh karena itu, indikator utama efektifitas administrasi perpajakan tidak hanya dilihat dari kinerja Kantor Pelayanan Pajak dalam merealisasikan target penerimaan pajak, namun juga dilihat dari kinerja dalam menjaring Wajib Pajak baru melalui kegiatan ekstensifikasi pajak, kinerja dalam melakukan intensifikasi pemungutan pajak, serta kinerja dalam menciptakan kepatuhan Wajib Pajak.

4.        Administrasi Perpajakan yang Efektif
Administrasi perpajakan ialah cara-cara atau prosedur pengenaan dan pemungutan pajak. Bagi Rapina dkk (2011), administrasi perpajakan dalam arti sempit merupakan penatausahaan dan pelayanan atas hak-hak dan kewajiban-kewajiban pembayar pajak, baik penatausahaan dan pelayanan yang dilakukan di Kantor Pajak maupun di tempat wajib pajak. Dalam arti luas, administrasi perpajakan dipandang sebagai: fungsi, sistem, dan lembaga. Sebagai fungsi, administrasi perpajakan meliputi fungsi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian perpajakan. Sebagai suatu sistem, administrasi perpajakan merupakan seperangkat unsur (subsistem) yaitu peraturan perundangan, sarana dan prasarana, dan Wajib Pajak yang saling berkaitan yang secara bersama-sama menjalankan fungsi dan tugasnya untuk mencapai tujuan tertentu. Sebagai lembaga, administrasi perpajakan merupakan institusi yang mengelola sistem dan melaksanakan proses pemajakan.
Administrasi perpajakan merupakan tahapan-tahapan atau langkah-langkah yang dilakukan dalam upaya memungut potensi pajak yang ada menjadi penerimaan riil, terdiri dari tahapan aktivitas menentukan wajib pajak, menetapkan nilai kena pajak dan membukukan penerimaan. Safri Nurmantu (2003) menyatakan bahwa administrasi perpajakan sebagai prosedur meliputi tahap-tahap pendaftaran Wajib Pajak (tax payer), penetapan dan penagihan. Adanya tahap-tahap yang tidak solid dalam upaya memungut potensi pajak dapat menimbulkan penyimpangan-penyimpangan seperti penyelundupan pajak (tax evasion) dan penghindaran pajak (tax avoidance). Dalam Laporan Bank Dunia, Summers (1991) menyatakan bahwa administrasi perpajakan yang lemah mengurangi efektivitas struktur pengenaan pajak dan meningkatkan penyimpangan.
Administrasi memegang peranan penting bagi keberlangsungan suatu sistem perpajakan. Pada kondisi terkini, dan pengalaman di berbagai Negara berkembang, kebijakan perpajakan (tax policy) yang dianggap baik (adil dan efisien) dapat saja kurang sukses menghasilkan penerimaan atau mencapai sasaran lainnya karena administrasi perpajakan tidak mampu melaksanakannya. Pendapat ini diperkuat oleh Nasucha (2004) yang menyebutkan bahwa isu sentral atas keberhasilan reformasi administrasi perpajakan adalah kapasitas administrasi perpajakan dalam mengimplementasikan struktur perpajakan (yang sudah ada) secara efisien dan efektif.
Carlos A. Silvani (1992) dalam Nasucha (2004) menyebutkan bahwa perpajakan dikatakan efektif bila mampu mengatasi masalah-masalah terkait:

  1. administrasi perpajakan mampu mendeteksi dan mengambil tindakan terhadap anggota masyarakat yang belum terdaftar sebagai Wajib Pajak walau seharusnya yang bersangkutan sudah memenuhi ketentuan untuk menjadi Wajib Pajak;
  2. Wajib Pajak yang tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (stopfiling tax payers). Wajib Pajak yang sudah terdaftar di administrasi Kantor Pelayanan Pajak tetapi tidak menyampaikan SPT. Administrasi perpajakan dituntut untuk dapat mengumpulkan data sekaligus menindaklanjutinya dengan meminimalkan kasus seperti ini;
  3. Penyelundup pajak (tax evaders). Yaitu Wajib Pajak yang melaporkan pajak lebih kecil dari yang seharusnya menurut ketentuan peraturan perundangundangan;
  4. Penunggak pajak (delinquent tax payers). Administrasi perpajakan dapat dikatakan sehat apabila memenuhi beberapa syarat, yaitu administrasi perpajakan memperoleh kepercayaan masyarakat, dimengerti oleh masyarakat serta memperoleh dukungan dari rakyat banyak. Toshiyuki dalam Gunadi (2004) menyebutkan beberapa kondisi administrasi yang baik adalah sebagai berikut:

  • Administrasi perpajakan harus dapat mengamankan penerimaan Negara;
  • Administrasi perpajakan harus berdasarkan aturan perpajakan yang sah sesuai dengan ketentuan/perundang-undangan dan transparan. Pelaksanaan yang sesuai dengan ketentuan (rule-based) dan transparan;
  • Administrasi perpajakan harus dapat merealisasikan perpajakan yang sah;
  • Administrasi perpajakan harus dapat mencegah dan memberikan sanksi dan hukuman yang adil atas ketidakjujuran dan pelanggaran serta penyimpangan para pelaksana. Agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan kebocoran, kedisiplinan para pegawai perlu mendapat perhatian yang sungguh- sungguh. Untuk itu, tampaknya sistem reward and punishment perlu ditegakkan secara tegas dengan pembenahan lingkungan kepegawaiannya;

5.    Administrasi perpajakan harus mampu menyelenggarakan sistem Perpajakan yang efisien dan efektif. Administrasi perpajakan umumnya disebut efektif apabila dapat meminimalkan penghindaran, penyelundupan, pengemplangan dan penyalahgunaan instrumen perpajakan untuk membobol uang negara. Selanjutnya, administrasi dapat dikatakan efisien apabila pencapaian penerimaan dilakukan dengan pengorbanan yang optimal.
6.    Administrasi perpajakan harus dapat meningkatkan kepatuhan pembayar pajak. Sesuai dengan sistem self assesment, kepatuhan ini meliputi kemauan dan kesadaran masyarakat untuk mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP, menyampaikan SPT dengan perhitungan yang lengkap dan benar, dan membayar pajak berdasar jumlah yang sebenamya dan tepat waktu;
7.    Administrasi perpajakan harus dapat memberikan dukungan terhadap pertumbuhan dan pembangunan usaha yang sehat masyarakat pembayar pajak. Hal ini dapat dilaksanakan misalnya dengan mengeliminasi unnecessary burden kepatuhan dan administrasi perpajakan atas dunia bisnis dan investasi.
Ukuran yang dipakai untuk mengukur efektifitas administrasi perpajakan adalah bahwa suatu administrasi perpajakan mampu untuk meningkatkan kepatuhan pajak sukarela, menerapkan prinsip-prinsip self assessment, menyediakan informasi kepada Wajib Pajak, mempunyai kecepatan dalam menemukan masalah-masalah yang berhubungan dengan SPT dan pembayaran, meningkatkan kontrol dan supervisi, memberikan sanksi perpajakan yang tepat. Sedangkan instrumen operasional yang dapat digunakan untuk mengukur efektivias administrasi antara lain, berupa intensitas ekstensifikasi pajak, intensitas intensifikasi pajak dan terwujudnya kepatuhan Wajib Pajak. Demikian juga penelitian Noch dalam Rapina (2011), menyimpulkan bahwa penerapan ekstensifikasi, penerapan intensifikasi serta kepatuhan Wajib Pajak berpengaruh terhadap tingkat penerimaan pajak penghasilan orang pribadi. Berdasarkan kesimpulan dalam penelitian tersebut, efektifitas administrasi pajak juga dapat diukur dari penerapan ekstensifikasi, penerapan intensifikasi, penegakan hukum pajak (law enforcement), kepatuhan Wajib Pajak serta aspek perpajakan lainnya.
Pendapat di atas menunjukkan bahwa ukuran efektifitas administrasi perpajakan tidak hanya diukur dari optimalisasi penerimaan pajak. Demikian juga pengukuran penerimaan pajak yang optimal sulit untuk dilakukan pengukuran, sehingga pada umumnya dilakukan dengan mengukur apakah realisasi penerimaan sesuai dengan target yang direncanakan. Oleh karena itu, terealisasinya target penerimaan pajak yang merupakan sasaran utama, bukan satu-satunya sasaran administrasi perpajakan.
 
Referensi:

  1. Gunadi, Djoned (2005). Administrasi Perpajakan. Lembaga Pengkajian Keuangan Publik dan Akuntansi Pemerintah. Jakarta: Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Departemen Keuangan Republik Indonesia.
  2. Rapina, Jerry, dan Carolina (2011). “Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Perpajakan Modern Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak: Survey Terhadap Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying” Jurnal Riset Akuntansi Volume III Nomor 2 Oktober 2011.
  3. Safri, Nurmantu (2003). Pengantar Perpajakan. Jakarta: Kelompok Yayasan Obor.
  4. Sofyan, Markus Taufan (2005). “Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Perpajakan Modern Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar. “ Jakarta: Sekolah Tinggi Akuntansi Negara.
       
      
               
    
       
Advertisement

You might also like

0 Comments


EmoticonEmoticon