Advertisement
http://pakguruhonorer.blogspot.coBAB I
Dilansir dari : http://pakguruhonorer.blogspot.com/2015/06/makalah-pendapatan-indonesia_15.html
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Suatu negara dikatakan telah memiliki prestasi ekonomi apabila angka agregatnya tinggi. Masalah yang ingin diselesaikan oleh negara biasanya menyangkut kesejahteraan dan menuntaskan kemiskinan. Akan tetapi, tolok ukur suatu masyarakat dianggap miskin adalah tergantung kebutuhan dan gaya hidup masyarakat itu sendiri. Agar kita dapat mengetahui pertumbuhan ekonomi suatu negara, tentu kita harus tahu pendapatan perkapita rata-rata penduduk Indonesia. Karena pendapatan perkapita mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara, oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi tersebut akan mempengaruhi struktur perekonomian suatu negara.
B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dari tema yang akan kita bahas kali ini adalah
1. Bagaimana penghitungan pendapatan nasional Indonesia?
2. Apa sajakah yang mempengaruhi pendapatan nasional?
3. Bagaimana pertumbuhan ekonomi di negara Indonesia?
4. Bagaimana struktur perekonomian negara Indonesia?
C. TUJUAN
Tujuan dari pembahasan makalah ini adalah
1. Untuk mengetahui penghitungan pendapatan nasional segara Indonesia
2. Untuk mengetahui hal-hal yang memmpengaruhi pendapatan nasional
4. Untuk mengetahu pertumbuhan ekonomi Indonesia
4. Untuk megetahui struktur perekonomian negara Indonesia.
BABII
PEMBAHASAN
A. KONSEP-KONSEP PENDAPATAN NASIONAL INDONESIA
Istilah pendapatan nasional dapat berarti luas dan sempit. Dalam arti sempit, pendapatan nasional adalah terjemahan langsung dari national income sedangkan pendapatan nasional dalam arti luas dapat merujuk ke Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestik Product (GDP); atau merujuk ke Produk Nasional Bruto (PNB) atau Gross National Product (GNP); Produk Nasional Neto (PNN) atau Net National Product (NNP); atau merujuk ke Pendapatan Nasional (PN) alias National Income (NI). Pendapatan nasional suatu negara digunakan untuk mengukur prestasi suatu negara.
1. Metode Penghitungan Pendapatan nasional
Penghitungan pendapatan nasional Indonesia dimulai dengan Produk Domestik Bruto. PDB itu sendiri sebagaimana diketahui dapat dihitung atau diukur dengan tiga macam pendekatan yaitu: (1) pendekatan produksi; (2) pendekatan pendapatan; (3) pendekatan pengeluaran.
a. Pendekatan Produksi
Berdasarkan pendekatan produksi, PDB adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayanh suatu negara dalam jangka waktu setahun. Unit-unit produksi secara garis besar di bagi menjadi sebelas sektor, yaitu:
· pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan;
· pertambangan dan penggalian
· industri pengolahan
· listrik, gas dan air minum
· banguna
· perdagangan, hotel dan restoran
· pengangkutan dan komunukasi
· bank dan lembaga keuangan lainnya
· sewa rumah
· pemerintahan dan pertahanan
· jasa-jasa
Maksud dari metode produksi ini, jumlah seluruh hasil produksi (output) suatu negara dalam satu tahun dikalikan harga satuan masing-masing. Sehingga bila dituliskan dalam rumus akan nampak sebagai berikut:
Keterangan:
Y = Pendapatan Nasional (PDB)
Q1 = Jumlah barang ke - 1
P1 = Harga barang ke - 1
Q2 = Jumlah barang ke - 2
P2 = Harga barang ke - 2
Qn = Jumlah barang ke - n
Pn = Harga barang ke - n
Y = Pendapatan Nasional (PDB)
Q1 = Jumlah barang ke - 1
P1 = Harga barang ke - 1
Q2 = Jumlah barang ke - 2
P2 = Harga barang ke - 2
Qn = Jumlah barang ke - n
Pn = Harga barang ke - n
b. Pendekatan Pendapatan
Menurut pendekatan pendapatan, PDB adalah jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang turut serta dalam proses produksi di wilayah suatu negara dalam satu tahun. Balas jasa produksi meliputi;
· sewa (r)
· upah/gaji (w)
· bunga modal (i)
· keuntungan (p)
dengan demiian, bila digambarkan dalam rumus adalah sebagai berikut:
c. Pendekatan Pengeluaran
Menurut pendekatan pengeluaran, PDB adalah seluruh komponen permintaan akhir dalam jangka waktu satu tahun, meliputi:
· pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari keuntungan (C)
· pembentukan modal tetap domestik bruto dan perubahan stok/ investasi (I)
· pengeluaran konsumsi pemerintah (G)
· ekspor neto (ekspor dikurangi impor) (X-M)
Produk Nasional Bruto (PNB) adalah produk domestik bruto ditambah pendapatan neto atas faktor luar negeri yaitu pendapatan atas faktor produksi warga negara Indonesia yang di hasilkan (diterima) di luar negeri dikurangi pendapatan atas faktor produksi warga negara asing yang dihasilkan di (diperoleh) di Indonesia. Dari produk nasional bruto dapat dihitung produk nasional neto, yaitu produk nasional bruto dikurangi seluruh penyusutan atas barang-barang modal tetap yang digunakan dalam proses produksi selama setahun.
PDB dan PNB serta PNN sebagaimana dijelaskan di atas merupakan PDB dan PNB serta PNN atas dasar harga pasar, karena di dalamnya masih tercakup unsur pajak tak langsung neto. Pajak tak langsung neto ialah jumlah seluruh pajak tak langsung yang dipungut pemerintah dikurangi jumlah seluruh subsidi yang diberikan pemerintah. Apabila produk nasional neto atas dasar harga pasar tadi dikurangi dengan pajak tak langsung neto ini, maka diperoleh angka produk nasional neto atas dasar biaya faktor produksi. PNN atas biaya faktor produksi inilah yang disebut dengan pendapatan nasional.
2. Metode Penghitungan Pertumbuhan Pertumbuhan Riil
PDB, PNB, PNN, dan PN secara umum disebut agregat ekonomi, yaitu angka besaran total yang menunjukkan prestasi ekonomi suatu negara atau negeri. Dari agregat ekonomi itu, selanjutnya dapat di ukur pertumbuhan ekonomi. Untuk menghitung pertumbuhan ekonomi riil, terlebih dahulu harus dihilangkan pengaruh perubahan harga yang melekat pada angka-angka agregat ekonomi menurut harga berlaku (current prices), sehingga terbentuk angka agregat ekonomi menurut harga konstan (constant prices) tahun tertentu. Dalam hal ini ada tiga metode untuk mengubah angka menurut harga berlaku menjadi angka menurut harga konstan yaitu, (1) metode revaluasi; (2) metode ekstrapolasi; (3) metode deflasi.
Metode revaluasi dilakukan dengan cara menilai produksi masing-masing tahun dengan menggunakan harga tahun tertentu yang dijadikan tahun dasar. Metode ekstrapolasi dilakukan dengan cara memperbarui nilai tahun dasar sesuai dengan indeks produksi atau tingkat pertumbuhan riil dari tahun sebelumnya. Sedangkan metode deflasi dilakukan dengan cara membagi nilai masing-masing tahun dengan harga relatif yang sesuai (indeks harga kali seperseratus).
3. Metode Penghitungan Nilai Tambah
Nilai tambah (added value) adalah selisih antara nilai akhir (harga jual) suatu produk dengan nilai bahan bakunya. Nilai tambah sektoral suatu produk mencerminkan nilai tambah produk tersebut di sektor yang bersangkutan. Nilai tambah yang dihitung menurut harga tahun yang berjalan disebut nilai tambah menurut harga yang berlaku. Nilai tambah dapat pula dihitung menurut harga konstan pada tahun dasar tertentu untuk menghitung nilai tambah menurut harga konstan terdapat empat macam cara yaitu (1) metode deflasi ganda; (2) metode ekstrapolasi; (3) metode deflasi langsung; dan (4) netode deflasi komponen pendapatan.
B. PENDAPATAN NASIONAL DAN PERTUMBUHAN EKONOMI
Setiap tahun, PDB senantiasa lebih besar daripada PNB. Hal ini mencerminkan nilai produk orang asing di Indonesia lebih besar daripada produk orang Indonesia di luar negeri bagi negara-negatra maju, PNB mereka biasanya lebih besar daripada PDB-nya.
Secara spesifik, jika diukur berdasarkan angka-angka PDB, pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang periode 25 tahun era PJPT tergolong tinggi. Selama Pelita I, perekonomian tumbuh dengan rata-rata 8,56% per tahun. Dalam Pelita II menurun menjadi rata-rata 6,96% per tahun. Tingginya pertumbuhan ekonomi selama dua Pelita ini adalah karena minyak bumi di dunia mengalami krisis akibat embargo oleh negara-negara Arab anggota OPEC dengan konflik Arab-Israel, membumbung luar biasa. Jadi, karena Indonesia termasuk dalam OPEC,ini bisa menguntungkan Indonesia. Dalam Pelita III pertumbuhan ekonomi menurun lagi menjadi 6,24% karena sebaliknya, harga minyak bumi anjlok di pasaran dunia. Saat itu hendak memasuki Pelita III. Karena minyak bumi pada waktu itu masih menjadi andalan ekspor. Pada tahun awal 1920-an resi ekonomi melanda seluruh dunia. Dan ini juga menjadi penyebab turunnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dalam Pelita IV laju pertumbuhan menurun sedikit , 5,32% pertahun. Akan tetapi selama Pelita IV berlangsung perubahan sruktural yang signifikan bagi perekonomian Indonesia. Ketergantungan penerimaan devisa pada minyak bumi berkurang, ekspor nonmigas berperan. Upaya mengurangi ekonomi biaya tinggi dan meningkatkan efisiensi nasional melalui deregulasi dan debirokratisasi terus dilanjutkan selama Pelita V, dan membuahkan hasil dengan naik 6,7% pertahun.
Data Pendapatan Nasional
PRODUK DOMESTIK BRUTO
(miliar rupiah)
|
2003
|
2004
|
2005
|
2006
|
a. Nilai
|
1,577,171.30
|
1,656,516.80
|
1,750,815.20
|
1,847,292.90
|
b. Pertumbuhan(%)
|
4.78
|
5.03
|
5.69
|
5.51
|
Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia
Dengan demikian secara sederhana, kita dapat menghitung PDB per kapita Indonesia tahun 2005 adalah sebesar; Rp. 7,999,382.61
Recent Gross National Product and Gross Domestic Product of Indonesia (2000-2008)
Year
|
GNP1
|
GNP2 (2000 prices)
|
GDP1
|
GDP2 (2000 prices)
|
2000
|
1297607
|
1297636
|
1389769
|
1389770
|
2001
|
1623229
|
1376773
|
1684279
|
1442984
|
2002
|
1767319
|
1448023
|
1897799
|
1504379
|
2003
|
1936260
|
1495940
|
2013674
|
1579558
|
2004
|
2190475
|
1576047
|
2295825
|
1656516
|
2005
|
2639279
|
1643432
|
2774280
|
1750815
|
2006
|
3196948
|
1733269
|
3339215
|
1847126
|
2007
|
3786836
|
1842682
|
3949321
|
1963091
|
2008
|
4778162
|
1985081
|
4954027
|
2082103
|
Note: Scale in billion rupiahs
| ||||
Primary Sources: Badan Pusat Statistik/DataStream Database
|
C. PENDAPATAN PERKAPITA DAN KEMISKINAN
Pertumbuhan ekonomi yang dihitung dari angka-angka di atas dihitung berdasarkan angka kenaikan PDB. Bukan semata-mata kenaikan produk atau pendapatan secara makro. Pertumbuhan ekonomi itu juga telah menaikkan pendapatan perkapita masyarakat.
Dalam ruang lingkup ASEAN, Indonesia termasuk lebih tinggi daripada sebagian negara ASEAN pada tahun 1993.
Tolok ukur lainn yang digunakan untuk mengukur kemakmuran suatu negara adalah kesejahteraan penduduk. Kesejahteraan dan kemiskinan tidak hanya ditinjau dari pendapatan saja, yang dari pendekatan ekonomi, tetapi juga pendekatan lain seperti pendekatan sosial, ataupun non ekonomi. Ataupun masalah yang klasik itu jika dilihat dari sudut pandang lain karena pendidikan yang kurang, sistem pemerintahan yang kurang sesuai/ pragmatis.
Berikut adalah kutipan data pendapatan perkapita dan data kemiskinan yang kami ambil dari internet.
Data Pendapatan Perkapita
Tingkat pendapatan masyarakat Indonesia pada tahun 2009, menurut Badan Pusat Statistik (BPS) sudah semakin baik dibanding tahun 2007. Itu menandakan secara rata-rata masyarakat Indonesia semakin makmur dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Versi BPS pendapatan per kapita masyarakat di seluruh Indonesia termasuk warga negara asing yang tinggal di Indonesia, pada 2009 adalah Rp 24,3 juta atau US$ 2.590,1.
Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik Slamet Sutomo mengatakan angka ini meningkat dibanding tahun 2007 yang hanya US$ 1.938,2 atau sebesar Rp 17,5 juta per kepala”
Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik Slamet Sutomo mengatakan angka ini meningkat dibanding tahun 2007 yang hanya US$ 1.938,2 atau sebesar Rp 17,5 juta per kepala”
Data Kemiskinan
- Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan di Indonesia pada Bulan Maret 2009 sebesar 32,53 juta (14,15 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Bulan Maret 2008 yang berjumlah 34,96 juta (15,42 persen), berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 2,43 juta.
- Selama periode Maret 2008-Maret 2009, penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang 1,57 juta,sementara di daerah perkotaan berkurang 0,86 juta orang.
- Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah. Pada Bulan Maret 2009, sebagian besar (17,35 persen) penduduk miskin berada di daerah perdesaan.
- Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranankomoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada Bulan Maret 2009,sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan sebesar 73,57 persen.
- Komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan adalah beras, gula pasir, telur, mie instan, tahu dan tempe. Untuk komoditi bukan makanan adalah biaya perumahan, biaya listrik, angkutan dan minyak tanah.
- Pada periode Maret 2008-Maret 2009, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan menurun. Ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung makin mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin menyempit. Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan di Indonesia pada Bulan Maret 2009 sebesar 32,53 juta (14,15 persen).
D. STRUKTUR EKONOMI INDONESIA
Struktur ekonomi sebuah negara dapat dilihat dari berbagai sudut tinjauan. Dalam hal ini struktur ekonomi dapat dilihat setidaknya berdasarkan empat macam sudut, yaitu:
· Tinjauan makro sektoral
· Tinjauan keruangan
· Tinjauan penyelenggaraan kenegaraan
· Tinjauan birokrasi pengambilan keputusan
Dua yang disebut pertama merupakan tinjauan ekonomi murni, sedangkan dua yang disebut merupakan tinjauan politik.
Berdasarkan tinjauan makro sektoral sebuah perekonomian dapat berstruktur misalnya agraris, industrial atau niaga tergantung pada sektor produksi apa/mana yang menjadi tulang punggung perekonomian yang bersangkutan. Berdasarkan tinjauan keruangan, suatu perekonomian dapat dinyatakan berstruktur kedesaan/tradisional dan berstruktur kekotaan/modern. Hal itu bergantung pada apakah wilayah pedesaan dengan teknologinya yang tradisional yang mewarnai kehidupan ekonomi itu, ataukah wilayah perkotaan dengan teknologinya yang sudah relati modern yang mewarnainya.
Orang dapat pula melihatnya dengan tinjauan penyelenggaraan kenegaraan menjadi perekonomian yang berstruktur etatis, egaliter, atau borjuis. Predikat struktur ini tergantung pada siapa atau kalangan mana yang menjadi pemeran utama dalam perekonomian yang bersangkutan, apakah pemerintah/negara, ataukah rakyat kebanyakan, ataukah kalangan pemodal ditambah usahawan. Bias pula struktur ekonomi dilihat berdasarkan tinjauan birokrasi pengambilan keputusannya.
1. Tinjauan Makro Sektoral
Dilihat secara makro sektoral keindustrian struktur ekonomi Indonesia sesungguhnya belum sejati, masih sangat dini. Keindustriannya barulah berdasarkan kontribusi sektoral dalam membentuk produk domestik bruto atau pendapatan nasional. Keindustrian yang ada belum didukung dengan dengan kontribusi sektoral dalam menyerap tenaga atau angkatan kerja. Apabila kontribusi sektoral dalam menyumbang pendapatan dan dalam menyerap pekerja ini dihadapkan atau diperbandingkan, maka struktur ekonomi Indonesia secara makro sektoral ternyata masih dualistik. Mengapa? Karena dari segi penyerapan tenaga kerja, sektor pertanian hingga saat in masih merupakan sektor utama sumber kehidupan rakyat.
Jadi, ditinjau secara makro sektoral struktur ekonomi Indonesia sesungguhnya masih dualistis. Sumber mata pencaharian utama sebagian besar penduduk masih sektor pertanian. Dalam kaitan ini berarti struktur tersebut masih agraris. Tergantung dari sektor mana yang menjadi tulang punggung (dominan). Bisa berstruktur agraris, industrial, dll.
2. Tinjauan Keruangan (spasial)
Berstrutur kedesaan/ teknologi tradisional. Berstruktur perkotaan/ teknologi modern.
3. Tinjauan penyelenggaraan kenegaraan
Berstruktur etatis, egaliter,atau borjuis. Tergantung pada siapa atau kalangan mana yang menjadi pemeran utama dalam perekonomian. Apakah pemerintah, rakyat, atau pemilik modal dan usahawan (kapitalis)
4. Birokrasi Pengambilan
Berstruktur ekonomi yang sentralis dan desentralis.
Tinjauan Lain
Berdasarkan tinjauan birokrasi pengambilan keputusannya, beralasan untuk mengatakan bahwa struktur perekonomian Indonesia selama era pembangunan jangka panjang tahap pertama sentralistis, pembuatan keputusan lebih banyak ditetapkan oleh pemerintah pusat atau kalangan atas pemerintah, apalagi rakyat dan mereka yang tidak memiliki access ke pemerintah. Lebih cenderung menjadi pelaksana atau sekedar sebagai pendengar. Mengapa struktur birokrasi pengambilan keputusan yang sentralistis ini terpelihara rapi, alasannya adalah karena budaya atau kultur masyarakat Indonesia yang parernalistik.
Struktur ekonomi yang etatis, berkaitan erat. Argumentasi yang sering dijadikan legimitasinya adalah karena, sebagai sebuah negara berkembang, kita baru memulai proses panjang perjalanan pembangunan. Dalam kondisi seperti itu, diperlukan peran sekaligus dukungan pemerintah sebagai agen pembangunan, sehingga menjadikannya sentralistis. Namun demikian patut dicatat, sejak awal era pembangunan jangka panjang tahap kedua struktur ekonomi yang etatisdan sentralistis ini mulai berkurang kadarnya. Keinginan untuk desentralisasi dan demokratisasi ekonomi kian besar akhir-akhir ini.
Struktur ekonomi yang tengah kita hadapi saat ini sesungguhnya merupakan suatu struktur yang transisional. Kita sedang beralih dari struktur yang kedesaan/tradisional ke kotaan/modern, sementara dalam hal birokrasi dan pengambilan keputusan mulai desentralistis.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pendapatan nasional negara Indonesia bila dibandingkan dengan negara lain yang sudah maju masih tergolong rendah. Indonesia belum bisa menaikkan pendapatan nasional karena faktor-faktor tertentu. Jika pendapatan penduduk Indonesia sudah menuju ke tingkat yang sejahtera, maka perumbuhan ekonomi akan meningkat dan nantinya bisa berpengaruh terhadap pembangunan, dan merubah struktur perekonomian ke arah yang lebih baik dan meningkat.
Penghitungan pendapatan nasional Indonesia dimulai dengan Produk Domestik Bruto. PDB itu sendiri sebagaimana diketahui dapat dihitung atau diukur dengan tiga macam pendekatan yaitu: (1) pendekatan produksi; (2) pendekatan pendapatan; (3) pendekatan pengeluaran. Setiap tahun, PDB senantiasa lebih besar daripada PNB. Hal ini mencerminkan nilai produk orang asing di Indonesia lebih besar daripada produk orang Indonesia di luar negeri bagi negara-negatra maju, PNB mereka biasanya lebih besar daripada PDB-nya. Pertumbuhan ekonomi yang dihitung dari angka-angka di atas dihitung berdasarkan angka kenaikan PDB. Bukan semata-mata kenaikan produk atau pendapatan secara makro. Pertumbuhan ekonomi itu juga telah menaikkan pendapatan perkapita masyarakat.
Dalam ruang lingkup ASEAN, Indonesia termasuk lebih tinggi daripada sebagian negara ASEAN pada tahun 1993. m/2015/06/tradisi-dan-kearifan-lokal-di-sulawesi.html
Dilansir dari : http://pakguruhonorer.blogspot.com/2015/06/makalah-pendapatan-indonesia_15.html
Advertisement
0 Comments
EmoticonEmoticon