Advertisement
1. Digital Economic
Definisi Digital Economy versi Encarta Dictionary adalah “Business transactions on the Internet: the marketplace that exists on the Internet“. Pengertian Digital Economy lebih menitikberatkan pada transaksi dan pasar yang terjadi di dunia internet.
Pengertian yang lebih luas dari sekedar transaksi atau pasar adalah New Economy yang menurut PC Magazine adalah “The impact of information technology on the economy“. Pengertiannya lebih menonjolkan pada penerapan teknologi informasi pada bidang ekonomi.
Bisa dimengerti karena PC Magazine adalah majalah khusus tentang dunia IT Majalah The Economist menyebutkan bahwa isitilah New Economy lahir karena keberadaan IT dan globalisasi yang menyebabkan terjadinya tingkat produktifitas dan pertumbuhan (perusahaan atau negara) sangat tinggi.
Istilah New Economy memang pertama kali muncul di Amerika Serikat. Menurut studi Kauffman dan ITIF, New Economy diukur dengan sejumlah indikator yang dikelompokkan dalam lima komponen yaitu pekerjaan berbasis pengetahuan, globalisasi, dinamisme ekonomi, transformasi ke digital economy, dan kapasitas inovasi teknologis.
Mengacu ke beberapa definisi dan indikator pengukuran New Economy, sudah dapat diduga bahwa Indonesia masih belum mencapai atau mengandalkan New Economy dalam perkembangan perekonomian nasional. Sedikit gambaran mengenai laju penerapan ICT di Indonesia dan posisinya di tingkat international dapat dilihat di tulisan “Dowloader Society“. Indikasinya adalah masih rendahnya penetrasi ICT- atau sering disebut ICT Density. Perbedaaan ICT density antar kelompok tersebut disebut dengan kesenjangan digital atau Digital Divide. Pengertian kelompok bisa ditinjau antar negara (misalnya negara maju vs negara berkembang), antar demografi individual (pria vs wanita, pendidikan tinggi vs rendah, antar profesi), antar geografis (Kota vs Desa, Jawa vs Luar Jawa), atau antar tipe bisnis (antar sektor usaha, industri besar vs kecil).
Perkembangan dan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) akhir–akhir ini dirasakan hampir di setiap aspek kehidupan masyarakat. Sebagaimana setiap kemajuan teknologi komunikasi yang lain, internet masuk ke berbagai bentuk kehidupan masyarakat. Hal ini terjadi karena komunikasi adalah salah satu kebutuhan yang mendasar pada masyarakat. Teknologi internet berkembang dan menyatu dalam sebuah ‘dunia’ atau ‘ruang maya’ atau sering disebut sebagai cyber-space, sebuah dunia atau tempat orang dapat berkomunikasi, ‘bertemu’, dan melakukan berbagai aktivitas ekonomi/bisnis.
Dampak evolusi itu di masyarakat mendorong munculnya masyarakat baru yang dinamakan masyarakat informasi (information society) atau masyarakat berpengetahuan (knowledge society/knowledge-based society). Pada mulanya, teori ekonomi fundamental lama berlandaskan pada optimalisasi/maksimalisasi faktor-faktor produksi yaitu: fisik, tenaga kerja, kapital (tanah, modal uang, dan manusia). Pada perkembangannya sekarang ilmu ekonomi menyadari pentingnya memasukkan faktor-faktor intelektualitas berupa ilmu pengetahuan dan teknologi, kreativitas, dan berbagai bentuk modal inovatif yang dapat dikategorisasikan sebagai iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi).
Berbagai perkembangan inovasi pada teknologi informasi dan telekomunikasi (TIK) atau teknologi digital selama satu dekade terakhir, berdampak pada bidang ekonomi dan bisnis disebut sebagai masyarakat pascaindustri (post industrial society), ekonomi berlandaskan iptek, ekonomi inovasi, ekonomi online, ekonomi baru, e-conomy, dan ekonomi digital. (Cohen et al., 2000). Ekonomi digital adalah suatu hal yang kompleks dan merupakan fenomena yang baru muncul terkait dengan aspek-aspek ekonomi mikro, ekonomi makro, dan teori organisasi dan administrasi. Ekonomi digital akan menjelaskan perkembangan dan pertumbuhan ekonomi beberapa dekade yang akan datang.
Konsep mengenai digital ekonomi pertama kali diperkenalkan Tapscott (1998), menjelaskan sebuah sosiopolitik dan sistem ekonomi yang mempunyai karakteristik sebagai sebuah ruang intelijen, meliputi informasi, berbagai akses instrumen informasi dan pemrosesan informasi dan kapasitas komunikasi. Komponen ekonomi digital yang berhasil diidentifikasi pertama kalinya adalah industri TIK, aktivitas e-commerce antarperusahaan dan individu, distribusi digital barang-barang dan jasa-jasa, dukungan pada penjualan-penjualan barang-barang terutama sistem dan jasa-jasa yang menggunakan internet.
Sedangkan konsep ekonomi digital lainnya adalah digitalisasi informasi dan infrastruktur TIK (Zimmerman, 2000). Konsep ini sering digunakan untuk menjelaskan dampak global teknologi informasi dan komunikasi, tidak hanya pada internet, tetapi juga pada bidang ekonomi. Konsep ini menjadi sebuah pandangan tentang interaksi antara perkembangan inovasi dan kemajuan teknologi dan dampaknya pada ekonomi makro maupun ekonomi mikro. Ekonomi digital adalah sektor ekonomi meliputi barang-barang dan jasa-jasa saat pengembangan, produksi, penjualan atau suplainya tergantung kepada teknologi digital.
Sebuah perkembangan ekonomi digital tidak lepas dari karakteristik/sifatnya yakni adanya penciptaan nilai, produk berupa efisiensi saluran distribusi, dan struktur berupa terjadinya layanan personal dan sesuai keinginan. Di Indonesia, sistem Bank Indonesia real time gross settlement (RTGS) yakni suatu sistem transfer elektronik antarpeserta dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika (real time), per transaksi secara individual, jumlahnya cukup signifikan banyaknya, yakni bergerak antara Rp3 triliun sampai Rp4 triliun per bulan. Hal tersebut dapat dikategorikan sebagai sebuah transaksi e-banking yang menjadi bagian dari pada ekonomi digital. Demikian pula dengan transaksi belanja e-banking untuk kartu ATM dan kartu debit per bulan pada 2007 meliputi antara Rp247 miliar sampai dengan Rp293 miliar per bulan. Transaksi kartu kredit via internet pun jumlahnya juga signifikan yakni bergerak antara Rp38 triliun sampai dengan Rp44 triliun per bulan.
Di Indonesia, transaksi digital semakin berkembang. Penggunaan E-banking dalam transaksi ekonomi semakin berkembang pesat. Hal ini membuktikan bahwa Indonesia juga ikut bersaing dalam dunia ekonomi digital. Economist Intelligence Unit merilis urutan negara-negara berdasarkan perkembangan ekonomi digital suatu negara. Indonesia menempati urutan 65(enam puluh lima) dari 70(tujuh puluh) negara. Pengurutan ini didasarkan beberapa segi yakni konektifitas, lingkungan bisnis, lingkungan sosial dan budaya, lingkungan hukum, kebijakan dan visi pemerintah serta konsumen. Indonesia sendiri memperoleh nilai 2.60 untuk konektivitas, 6.04 untuk lingkungan bisnis, 3.60 untuk lingkungan sosial dan budaya, 4.20 untuk lingkungan hukum, 3.88 untuk kebijakan dan visi pemerintah, 2.55 untuk segi konsumen. Secara keseluruhan Indonesia memperoleh nilai 3.60.
Dari segi konektivitas Indonesia berada di urutan 145 dengan kecepatan download 1.33Mb/s. Nilai ini sangat jauh dibandingkan dengan kecepatan internet di negara-negara lainnya. Bahkan untuk regional Asia Tenggara, Indonesia masih tertinggal dari negara lainnya.
Dari segi lingkungan bisnis, dengan berkembangnya penggunaan internet di sektor bisnis terjadi perubahan kultur dalam berbisnis seperti hilang atau berkurangnya perantara atau broker dalam bisnis sehingga mempersingkat saluran distribusi. Selain itu, perusahaan-perusahaan di Indonesia juga banyak yang membangun infrastruktur dengan dukungan teknologi informasi dan komunikasi sebagai alat bantu dalam menghadapi persaingan dalam perekonomian digital.
Dari segi sosial dan budaya, masyarakat Indonesia pada saat ini sudah semakin maju. Terbukti menurut survey dari situs WorlBank.org, Indonesia mengalami peningkatan pengguna internet yang cukup signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk Indonesia mulai mengikuti perkembangan teknologi di dunia. Hal ini juga menjadi parameter pertumbuhan perekonomian digital suatu negara.
Dari segi lingkungan hukum, dalam menjaga kestabilan dan keamanan teknologi informasi dan komunikaasi, terutama internet di Indonesia. Departemen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia membentuk Indonesia Security Incident Response Team on Internet and Infrastructure (ID-SIRTII) yang bertujuan untuk mengimbangi dengan kesiapan infrastruktur strategis untuk meminimalisir dampak negatif dari jaringan internet di Indonesia. Yang bertugas melakukan sosialisasi dengan pihak terkait tentang keamanan sistem informasi, melakukan pemantauan, pendeteksian, peringatan dini terhadap ancaman terhadap jaringan telekomunikasi dari dalam maupun luar negeri khususnya dalam pengamanan pemanfaatan jaringan, membuat/menjalankan/mengembangkan serta statistik keamanan internet di Indonesia.
Dari segi kebijakan dan visi pemerintah dalam ekonomi digital Indonesia. Pemerintah saat ini masih berfokus pada kabijakan ekonomi yang bersifat fiskal, sehingga kebijakan yang menguntungkan entrepreneur yang berkecimpung di dunia e-business masih relatif kurang. Namun dengan semakin majunya masyarakat Indonesia pemerintah tentu akan membuat kebijakan untuk mengimbangi dan mengatur pelaksanaan perekonomian digital.
Dari segi konsumen, walaupun perkembangan pengguna internet di Indonesia mulai meningkat. Namun, tidak menjamin banyaknya jumlah konsumen dalam transaksi ekonomi digital. Hal ini disebabkan masyarakat Indonesia lebih banyak menggunakan internet untuk bermain game ataupun bersosialisasi dengan jejaring sosial. Selain itu masih kurangnya kepercayaan konsumen dalam melakukan transaksi online.
Paket 1 Juni 1983 merupakan salah satu tonggak penting yang mengubah arah perbankan nasional yang tadinya belum mengikuti mekanisme pasar, atau dengan kata lain, mulai diterapkannya equal treatment antara bank pemerintah dengan bank swasta.
Kebijakan Oktober 1988 menjadi faktor utama terjadinya booming pendirian bank dengan memberikan kemudahan bagi para investor. Dalam kurun waktu 3 tahun sesudahnya, tercatat jumlah bank meningkat dari 111 bank pada tahun 1988 menjadi 182 bank pada pertengahan 1991. Pertumbuhan bank beserta kegiatan penyaluran dana bank yang luar biasa tersebut akhirnya berujung pada tindakan kebijakan uang ketat (Tight Money Policy) yang diambil oleh Bank Indonesia pada Tahun 1990.
Pakfeb 1991, yang bertujuan untuk mengembangkan dunia perbankan menjadi lembaga keuangan yang sehat, kuat, dan tangguh serta lebih dipercaya baik dalam tingkat nasional maupun global. Sistem penilaian kesehatan bank dengan CAMEL mulai diterapkan oleh Bank Indonesia, termasuk penetapan nilai CAR sebesar 8 persen yang harus dipenuhi mulai tahun 1993.
Bom waktu perbankan akhirnya meledak, dan tidak tanggung-tanggung dampak letusannya terhadap perekonomian Indonesia. Pada November 1997 sejumlah bank mulai rontok yang diawali dengan ditutupnya 16 bank yang akhirnya menyeret Indonesia ke krisis moneter yang tak terlupakan dalam sejarah perekonomian Indonesia.
Pada tahun 1998 dibentuk BPPN sebagai lembaga yang berusaha untuk menyelamatkan wajah perbankan Indonesia. BPPN lahir sebagai salah satu butir dalam serangkaian Letter of Intent (LOI) antara Pemerintah Indonesia dengan IMF, dengan LOI pertamanya ditandatangani pada 1 November 1997. Pembentukan BPPN ini dianggap sebagai awal proses rehabilitasi terhadap industri perbankan. Pada tahun 1998, dari 55 bank yang dirawat oleh BPPN ternyata 10 bank tidak tertolong (dilikuidasi), 4 bank harus masuk unit gawat darurat (direkapitalisasi), dan sisanya masih terus dirawat intensif. Pada maret 1999 38 bank kembali tak tertolong, 9 bank direkapitalisasi, dan 7 bank diambil alih.
Perbankan Indonesia sudah memasuki tahap konsolidasi yang ditandai dengan diluncurkannya Arsitektur Perbankan Indonesia (API). Bank Indonesia telah meluncurkan Arsitektur Perbankan Indonesia (API) pada bulan Januari 2004, sebagai awal dari tahap konsolidasi perbankan Indonesia. Ke dapannya, bank-bank Indonesia digolongkan kedalam 4 kelompok bank yaitu bank Internasional, bank nasional, bank fokus, dan bank dengan cakupan usaha terbatas. Pengelompokkan bank tersebut didasarkan pada kemampuan modalnya.
Terakhir adalah paket Oktober 2006 (Pakto) yang dikeluarkan oleh BI. Salah satu maksudnya adalah untuk mendorong perbankan nasional dalam meningkatkan penyaluran kredit tanpa mengabaikan prinsip kehati-hatian. Pakto ini mencakup 13 Peraturan Bank Indonesia, dua diantaranya adalah mengenai pelarangan kepemilikan tunggal dan pelaksanaan Good Corporate Governance.
Intensitas penggunaan layanan transaksi berbasis kartu di Indonesia memang cenderung semakin meningkat. Fenomena tersebut mengindikasikan bahwa masyarakat digital- khususnya less-cash society di Indonesia mulai terbentuk. Memang masyarakat digital tersebut masih tergolong minoritas. Sebagai ilustrasi, jika jumlah kartu plastik sebanyak 41.172.551 dibagi jumlah penduduk Indonesia- yang tercatat sebanyak 225 juta pada tahun 2006, maka kartu plastik per kapitanya adalah 0.18. Angka tersebut bisa diartikan bahwa hanya 18 dari 100 orang Indonesia yang mempunyai kartu plastik. Jumlah masyarakat digital tersebut relatif tertinggal jika dibandingkan dengan negara-negara maju. Sebagai contoh, di Amerika Serikat persentase keluarga yang menggunakan berbagai jenis kartu plastik tersebut untuk tahun 2003 saja sudah mencapai 65% untuk kartu ATM, 54% untuk Debit Card, 73% untuk Prepaid Card, dan 6% untuk Smart Card (The Fed, 2004).
Perbedaan tingkat penetrasi layanan E-banking tentunya sangat menarik untuk dikaji, terutama dikaitkan dengan faktor-faktor pendorong atau penghambat penetrasi E-Banking tersebut di masyarakat. Tingkat penerimaan inovasi teknologi selain dipengaruhi oleh karakteristik demografi dan sosioekonomi, juga dipengaruhi oleh persepsi masyarakat tentang teknologi tersebut serta karakteristik dari berbagai jenis layanan E-banking itu sendiri. Untuk kasus di Amerika Serikat, pemanfaatan layanan perbankan berbasis komputer (computer banking) disebabkan oleh faktor kemudahan layanan- disebutkan oleh 79 persen responden dan penghematan waktu-disebutkan oleh 71 persen responden. Hasil survey lainnya menunjukkan faktor kesediaan layanan E-banking yang 24 jam menjadi faktor penting lainnya (The Fed, 2004). Memang ada faktor lain yang cenderung menjadi penghambat yaitu aspek keamanan dan kerahasiaan dari layanan E-banking.
Pola penggunaan layanan E-banking dan perubahan karakteristik demografi dan sosioekonomi dari masyarakat pengguna menjadi salah satu tantangan tersendiri dalam memasyaratkan layanan E-banking. Untuk kasus di Indonesia, peran perbankan dengan layanan E-banking-nya menjadi sangat penting dan menjadi aktor utama dalam mempercepat pembentukan masyarakat digital. Dengan besarnya dana masyarakat yang tersimpan di industri perbankan, sebuah bank masih bisa meningkatkan aktivitas transaksi yang paperless di masa yang akan datang. Hal ini bisa dilihat dari trend pertumbuhan jumlah kartu plastik beserta nilai transaksinya yang semakin meningkat dalam 12 bulan terakhir ini. Tantangannya adalah bagaimana mempercepat laju penetrasinya di masa yang akan datang.
User education menjadi salah satu strategi kunci dalam meningkatkan penetrasi layanan E-banking. Implementasinya perlu mempertimbangkan persepsi masyarakat tentang E-banking, terutama mengenai faktor-faktor yang masih menjadi penghambat dalam penetrasi E-banking. Salah tantangan terberat adalah bagaimana meningkatkan penetrasi TIK di masyarakat berpenghasilan rendah- yang masih merupakan mayoritas di Indonesia. Berbagai hasil penelitian pun menunjukkan bahwa penetrasi TIK, termasuk layanan E-banking masih terkonsentrasi pada masyarakat golongan ekonomi menengah ke atas, berpendidikan tinggi, dan terkonsentrasi di perkotaan.
Sebuah ekonomi digital adalah ekonomi yang didasarkan pada barang elektronik dan jasa yang dihasilkan oleh bisnis elektronik dan diperdagangkan melalui perdagangan elektronik. Artinya, bisnis dengan produksi elektronik dan proses manajemen dan yang berinteraksi dengan mitra dan pelanggan dan melakukan transaksi melalui Internet dan Web teknologi.
Konsep ekonomi digital muncul di dekade terakhir abad ke-20. Nicholas Negroponte (1995) menggunakan metafora bergeser dari atom pengolahan bit pengolahan. Ia membahas kerugian dari bekas (massa misalnya, transportasi bahan,) dan keuntungan yang disebut terakhir (misalnya, bobot, virtual, gerakan global instan).
Dengan populasi tumbuh dan mobilisasi sumber daya, ekonomi digital tidak terbatas pada usaha perdagangan dan jasa saja, tetapi, itu meliputi setiap aspek kehidupan dari kesehatan untuk pendidikan dan dari bisnis dengan perbankan. Lebih lanjut sementara hal yang terjadi pada media digital maka mengapa tidak komunikasi dengan pemerintah. eGovernment sudah memainkan peran dalam ekonomi digital ini dengan menyediakan eServices melalui berbagai kementerian/departemen untuk eCitizen nya.
Berikut adalah beberapa karakteristik Ekonomi Digital menurut DonTapscott:
Knowledge : menjadi elemen penting dari produk
Digitization : produk dan bentuk pelayanan diubah menjadi format satu dan no.
Virtualization : hal-hal fisik bisa menjadi virtual
Molecularization : penggantian media massa ke media molekul
Internetworking : ekonomi Jaringan dengan interkoneksi mendalam dan jangkauan entitas ekonomi
Disintermediation : penghapusan perantara dan setiap berdiri di antara produsen dan konsumen
Convergence. : konvergensi komputasi, komunikasi, dan konten
Innovation : inovasi menjadi pendorong utama keberhasilan bisnis
Prosumption : gap antara konsumen dan mengaburkan produsen dalam beberapa cara
Immediacy : ini adalah real-time ekonomi yang terjadi pada kecepatan cahaya
Globalization : pengetahuan tidak mengenal batas, hanya ada dunia ekonomi
Discordance : timbulya kontradiksi sosial yang sangat besar
Suatu negara dikatakan berkembang Ekonomi Digital-nya ditandai dengan semakin maraknya berkembang bisnis atau transaksi perdagangan yang memanfaatkan internet sebagai medium komunikasi, kolaborasi, dan kooperasi antar perusahaan atau pun antar individu. Tengoklah bagaimana maraknya perusahaan-perusahaan baru maupun lama yang terjun ke dalam format bisnis elektronik e-business dan e-commerce.
Dengan semakin banyaknya perusahaan-perusahaan baru maupun lama yang berbasis e-business atau e-commerce menyebabkan semakin banyaknya persaingan. Untuk dapat bertahan dan memenangkan persaingan, para pemain perlu memahami karakteristik dari konsep yang menjadi landasan karena sangat berbeda dengan ekonomi klasik yang selama ini dikenal. Tidak jarang bahwa perusahaan harus melakukan transformasi bisnis (merubah model bisnis) agar dapat secara optimal bermain di dalam arena ekonomi digital. Bagi perusahaan baru (start-up company), untuk terjun ke bisnis ini biasanya lebih mudah dibandingkan dengan perusahaan yang telah lama berdiri. Statistik menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan lama yang ingin memanfaatkan keberadaan ekonomi digital harus mengadakan perubahan mendasar pada proses bisnisnya secara radikal (business process reengineering).
Perekonomian Lama :
Ø Diorganisasi berdasarkan unit produk
Ø Berfokus pada teransaksi yang menghasilkan laba
Ø Melihat terutama pada skor keuangan
Ø Berfokus pada pemegang saham
Ø Departemen pemasaran melakukan pemasaran
Ø Membangun merek melalui iklan
Ø Berfokus pada mendapatkan pelanggan
Ø Tidak ada ukuran kepuasan
Ø Janji Besar, Penyerahan kecil
Perekonomian Baru :
Ø Diorganisasi berdasarkan segmen pelanggan
Ø Berfokus pada nilai masa hidup pelanggan
Ø Melihat juga pada skor pemasaran
Ø Berfokus pada stakeholder
Ø Setiap orang melakukan pemasaran
Ø Membangun merek melalui kinerja
Ø Berfokus pada mempertahankan pelanggan
Ø Mengukur tingkat kepuasan dan bertahannya pelanggan
Ø Janji kecil, Penyerahan besar
Perbedaan Pradigma Perekonomian Lama dan Perekonomian baru Perekonomian lama tampaknya lebih sederhana :
Mereka membuat produk yang standart untuk menurunkan biaya.
Tujuan mereka adalah terus menerus memperluas ukuran pasar mereka guna mencapai skala ekonomi.
Sasarannya adalah efisiensi dan untuk mencapai sasaran itu perusahaan dikelola secara hierarkis, dengan seorang bos pada puncak mengeluarkan perintah kepada sejumlah manajer menengah, memandu para pekerja.
Perekonomian baru didasarkan pada revolusi digital dan manajemen informasi, informasi memiliki sejumlah sifat :
Dapat dideferensiasikan tanpa batas, disesuaikan dengan kebutuhan, dan dibuat pribadi.
Melalui jaringan internet, dapat disampaikan kepada banyak orang, dan menjangkau dengan kecepatan tinggi.
Dapat diakses oleh siapapun, orang akan mendapatkan informasi yang lebih baik dan mampu melakukan pilihan yang lebih baik.
2. Retailing in Electronic Commerce (E-Tailing)
Penjualan barang dan jasa melalui Internet. Ritel elektronik, atau e-tailing, dapat mencakup penjualan konsumen business-to-business-to-business dan. Pendapatan E-tailing dapat berasal dari penjualan produk dan jasa, melalui langganan konten website, atau melalui iklan.
Ini adalah plesetan dari kata “ritel” dan “e-commerce.”
Investopedia menjelaskan ‘Ritel Elektronik – E-tailing’
E-tailing mengharuskan bisnis untuk menyesuaikan model bisnis tradisional untuk wajah berubah dengan cepat dari Internet dan penggunanya. E-tailers tidak dibatasi hanya ke Internet, dan beberapa bisnis bata-dan-mortir juga mengoperasikan situs web untuk menjangkau konsumen. Ritel online biasanya disebut sebagai e-tailing.
Untuk tetap berada pada anak tangga lebih tinggi dari e-tailing, yang e-tailer perlu membuat seluruh paket produk menarik dan membuat kepuasan pelanggan prioritas utama perusahaan. Setiap produk harus menyertakan penjelasan rinci dan harus dibuat tersedia dengan harga yang jujur. Dengan kemajuan teknologi e-commerce, e-tailing yang semakin disempurnakan dan terus menyempurnakan diri dalam upaya untuk melampaui harapan konsumen. E-tailing pengecer membantu membangun pelanggan setia dan bertujuan menjual di daerah-daerah dimana mereka tidak memilikikehadiran fisik.
Online pengecer dapat meningkatkan penjualan dan keuntungan lebih cepat daripada batu bata dan mortar sebagai toko penjualan online menawarkan keuntungan memiliki toko yang terbuka 24 jam sehari selama seminggu. Jual online juga memungkinkan pengecer untuk menampilkan barang dagangan mereka dalam setiap bagian dari dunia tanpa biaya tambahan. Keuntungan ini memungkinkan online retailer memperluas pasar mereka untuk proporsi global atau menargetkan segmen yang sangat terfokus.
Apakah kita desain itu kita sendiri, membeli template, atau mempekerjakan seseorang untuk mengembangkan sebuah situs web e-commerce bagi bisnis ritel kita, harus profesional mencari, mudah dinavigasi, dan kaya konten. Website harus diselenggarakan dengan sumber yang terpercaya, dengan downtime yang kecil dan dukungan teknis yang handal. situs ini juga harus aman karena harus mengumpulkan informasi pribadi dan keuangan dari pelanggan.
Pertama-tama kita harus menetapkan tujuan dan sasaran untuk situs dan kemudian, mengembangkan rencana strategis dan desain situs yang sesuai. Tujuan situs web – apakah itu untuk mengumpulkan lead atau menjual produk – harus drive desain halaman.
Perencanaan sebuah situs web e-commerce adalah sangat mirip dengan menulis rencana bisnis. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi fokus dari situs web, kebutuhan pelanggan dan apa kompetisi yang dilakukan on-line.
Toko Online Lihat Setiap situs e-Tailing memiliki depan toko dengan identitas, citra dan positioning. Bagian depan toko online memiliki identitas tanda tangan dengan fitur yang memicu dari browsing dan membujuk pelanggan untuk membeli penawaran produknya. tombol navigasi yang memicu browser dan “cookie” memimpin pelanggan benar-benar melalui penawaran situs.
Kepadatan Visual kepadatan Visual adalah semua pemanfaatan ruang tentang virtual seperti manajemen ruang di rak ritel. On-line pengecer menggunakan kepadatan visual sangat efektif untuk mempromosikan dan menjual barang dagangan korban. daya tarik visual Sebuah situs memastikan bahwa browser tetap dengan situs untuk waktu yang lama.
On-line Merchandising Salah satu keuntungan utama dari merchandising on-line adalah bahwa situs ini dapat memiliki jumlah tak terbatas SKU pada layar. Hal ini karena ruang virtual hampir tak terbatas. Campuran penawaran dapat dilakukan untuk menarik basis nasabah yang luas. analisis merchandise back-end dapat dibuat untuk analisis aliran klik dan konversi tersebut. Satu juga dapat mengukur jumlah non-pembeli yang mengunjungi situs. Penawaran terkait untuk membeli membeli bertindak sebagai pemicu. Pada on-line ritel, tidak ada persediaan usang karena fakta bahwa barang tidak terkena sama sekali juga tidak ada inventarisasi biaya tercatat di web. Biaya yang rendah, ada potensi untuk margin tinggi dalam e-Tailing. Tabel berikut menunjukkan, gender-bijaksana, kategori paling berbelanja di seluruh dunia on-line.
On-line Harga Harga barang on-line yang kompetitif dibandingkan dengan toko bata-dan-mortir. Hal ini karena beban usaha disimpan dengan bekerja melalui Internet umumnya disampaikan kepada konsumen.
Perkembangan baru-baru ini mengirim e-salam telah membantu pelanggan biasakan menggunakan Internet. Daerah lain pembangunan adalah penggambaran tagihan. perbankan Ritel dan layanan terkait melalui Internet juga dipromosikan dan banyak transaksi terjadi melalui internet. Belanja robot pada bantuan bersih instan perbandingan harga untuk memungkinkan pelanggan membuat keputusan pembelian.
Logistik dan supply chain Faktor kunci sukses untuk ritel on-line adalah logistik yang efisien untuk memastikan bahwa produk yang tepat dikirim ke pelanggan yang tepat pada waktu yang tepat. Jaringan supply chain dipicu dengan cara otomatis, pertemuan berjanji tanggal pengiriman. Aliansi sangat penting dalam bidang manajemen sumber dan vendor, pergudangan, transportasi dan pengiriman pesanan efektif. Menyimpan dagangan di gudang satelit memungkinkan pengiriman tepat waktu dalam operasi yang tersebar di wilayah yang luas.
Promosi on-line Ada lingkup yang baik untuk mempromosikan produk situs dagangan dan dijual on-line. Situs itu sendiri dapat host link produk / jasa yang ditawarkan oleh perusahaan lain untuk biaya. Banner, crawler, tombol browser, link URL, dll dapat diletakkan di situs non-pesaing lainnya. Ada banyak kesempatan untuk menciptakan kekakuan pelanggan dengan terus berkomunikasi dengan mereka melalui e-mail. Personalized korban dapat dibuat untuk pelanggan individu berdasarkan karakteristik individu belanja.
Keuntungan e-taling
-merupakan cara penjualan produk yang efektif dan cepat
-aman secara fisik
-mempunyai nilai fleksibel
-perluasan pasar
-memperpendek jarak
Spektrum yang lebih luas-pelanggan
-Non-geosentris kebiasaan membeli pelanggan.
Tantangan untuk e-tailing
On-line pedagang harus memenuhi semakin on line-cerdas, waktu berderak konsumen.
Para pesaing hanya dengan sekali klik Ketika konsumen pencarian, mereka telah tersedia beberapa pilihan, dan banyak menggunakan pencarian untuk menavigasi Web daripada ketik atau bookmark situs tertentu.
Pengunjung dapat menghilang detik Top konsumen pembeli berorientasi pada tujuan. Jika mereka tidak segera menemukan apa yang mereka cari, mereka pergi dalam hitungan detik.
Belanja adalah proses multi langkah. Konsumen suka browsing. Banyak menghabiskan waktu sedikit wajar mengunjungi beberapa situs hanya untuk mengumpulkan informasi. Mereka juga dapat membandingkan beberapa korban pesaing sebelum memukul “beli sekarang” tombol.
Waktu antara kunjungan awal dan pembelian meningkat. Semakin konsumen finansial menantang mungkin menunggu lebih lama sebelum membeli.
Pelanggan menunggu untuk menawarkan pedagang terbaik. Setelah dibujuk selama musim liburan dengan gratis biaya pengiriman dan penanganan dan menawarkan harga-driven lain, konsumen telah dilatih untuk menunggu kesepakatan khusus.
Tidak Ambiance Teater di situs line ritel tidak memiliki suasana teater yang dapat dirasakan oleh pelanggan.
Tidak ada Pengalaman Emosional Tidak ada pengalaman berbelanja pelanggan emosional yang bisa masuk e-Tailing karena dia akan di lingkungan batu bata-dan-mortir.
Merchandise Berwujud Pelanggan tidak bisa memegang, mencium, merasakan atau mencoba produk tersebut.
Masalah Keamanan Pelanggan on-line enggan untuk berpisah dengan rincian kartu kredit mereka di internet, takut mereka mungkin disalahgunakan. Pelanggan yang belum yakin bahwa metode ini sangat mudah.
Layanan Pelanggan India impersonal pelanggan digunakan untuk layanan pelanggan yang nyata pribadi on-line ritel tidak dapat menyediakan.
Beberapa organisasi telah mencoba menggunakan Internet bersama dengan operasi mereka bata-dan-mortir. Itu hanya soal waktu sebelum on-line ritel mengambil di India. Jika ada konsistensi dalam kualitas dan pengiriman tepat waktu, kenyamanan kategori tertentu seperti buku dan musik pasti akan kinerja yang baik.
Dari artikel diatas secara singkatnya menurut saya
Retail adalah pengecer. Pengecer berperan sebagai perantara yang berharga dengan mendistribusikan produk langsung kepada konsumen.
E-tailing adalah kegiatan retail yang dilakukan secara online melalui internet. Penjualan barang dan jasa dengan internet cepat mendapatkan reputasi sumber bisnis mapan. Fleksibilitas dan kemudahan membuatnya menjadi pilihan bagi pemilik bisnis untuk membuka e-toko dari bisnis mereka, karena semakin penting untuk menjangkau pelanggan global dan karenanya berarti bisnis untuk semua orang.
Dengan model bisnis yang sukses seperti ebay.com, amazon.com dan lastminute.com, orang lebih cenderung untuk membuka e-toko tidak seperti sebelumnya. Hari ini mereka merasa lebih aman, percaya diri dan aman menginvestasikan uang di toko karena kesuksesan e-tailing dalam beberapa tahun terakhir.
Namun, e-tailing tidak sesederhana ritel. Ini bukan tentang hanya membuka toko dan mulai mendapatkan pelanggan.
Kuncinya adalah kebutuhan untuk memahami bahwa pelanggan e-tailing ini berbeda dari pelanggan di toko ritel. Kedua jenis pelanggan dapat membeli hal yang sama. Namun, perbedaan menyentuh fisik produk atau pengujian produk fisik sebelum membeli, apakah ada setelah semua. Seorang pelanggan ritel hanya akan pergi ke toko dan membeli produk tersebut dan membawanya pulang, di sisi lain e-taling pelanggan memiliki kebutuhan yang berbeda untuk dipertimbangkan. Dia akan mencari transaksi aman, kembali prosedur produk, jaminan dan dalam beberapa kasus ia mungkin akan tertarik untuk mengetahui mana lokasi fisik perusahaan dia membeli dari, sebelum dia benar-benar membuat pembelian.
E-tailing pada dasarnya adalah untuk menjangkau pasar yang lebih luas, atau pasar global di sebagian besar kasus, yang tidak bisa telah memanfatkan dibatasi hanya dengan toko fisik di beberapa pasar.
Referensi :
Chaudhury, Abijit & Jean-Pierre Kuilboer (2002), e-Business and e-Commerce Infrastructure, McGraw-Hill, ISBN 0-07-247875-6
Kessler, M. (2003). More shoppers proceed to checkout online. Retrieved January 13, 2004.
Seybold, Pat (2001), Customers.com, Crown Business Books (Random House), ISBN 0-609-60772-3.
Dilansir dari : http://muhamadilhamainulyaqin.ilearning.me/2014/07/08/modul-3-4-digital-economy-ekonomi-digital-dan-retailing-in-electronic-commerce-e-tailing/
imsge from technologyreview.com |
DIGITAL ECONOMY (EKONOMI DIGITAL)
Definisi Digital Economy versi Encarta Dictionary adalah “Business transactions on the Internet: the marketplace that exists on the Internet“. Pengertian Digital Economy lebih menitikberatkan pada transaksi dan pasar yang terjadi di dunia internet.
Pengertian yang lebih luas dari sekedar transaksi atau pasar adalah New Economy yang menurut PC Magazine adalah “The impact of information technology on the economy“. Pengertiannya lebih menonjolkan pada penerapan teknologi informasi pada bidang ekonomi.
Bisa dimengerti karena PC Magazine adalah majalah khusus tentang dunia IT Majalah The Economist menyebutkan bahwa isitilah New Economy lahir karena keberadaan IT dan globalisasi yang menyebabkan terjadinya tingkat produktifitas dan pertumbuhan (perusahaan atau negara) sangat tinggi.
Istilah New Economy memang pertama kali muncul di Amerika Serikat. Menurut studi Kauffman dan ITIF, New Economy diukur dengan sejumlah indikator yang dikelompokkan dalam lima komponen yaitu pekerjaan berbasis pengetahuan, globalisasi, dinamisme ekonomi, transformasi ke digital economy, dan kapasitas inovasi teknologis.
Mengacu ke beberapa definisi dan indikator pengukuran New Economy, sudah dapat diduga bahwa Indonesia masih belum mencapai atau mengandalkan New Economy dalam perkembangan perekonomian nasional. Sedikit gambaran mengenai laju penerapan ICT di Indonesia dan posisinya di tingkat international dapat dilihat di tulisan “Dowloader Society“. Indikasinya adalah masih rendahnya penetrasi ICT- atau sering disebut ICT Density. Perbedaaan ICT density antar kelompok tersebut disebut dengan kesenjangan digital atau Digital Divide. Pengertian kelompok bisa ditinjau antar negara (misalnya negara maju vs negara berkembang), antar demografi individual (pria vs wanita, pendidikan tinggi vs rendah, antar profesi), antar geografis (Kota vs Desa, Jawa vs Luar Jawa), atau antar tipe bisnis (antar sektor usaha, industri besar vs kecil).
Perkembangan dan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) akhir–akhir ini dirasakan hampir di setiap aspek kehidupan masyarakat. Sebagaimana setiap kemajuan teknologi komunikasi yang lain, internet masuk ke berbagai bentuk kehidupan masyarakat. Hal ini terjadi karena komunikasi adalah salah satu kebutuhan yang mendasar pada masyarakat. Teknologi internet berkembang dan menyatu dalam sebuah ‘dunia’ atau ‘ruang maya’ atau sering disebut sebagai cyber-space, sebuah dunia atau tempat orang dapat berkomunikasi, ‘bertemu’, dan melakukan berbagai aktivitas ekonomi/bisnis.
Dampak evolusi itu di masyarakat mendorong munculnya masyarakat baru yang dinamakan masyarakat informasi (information society) atau masyarakat berpengetahuan (knowledge society/knowledge-based society). Pada mulanya, teori ekonomi fundamental lama berlandaskan pada optimalisasi/maksimalisasi faktor-faktor produksi yaitu: fisik, tenaga kerja, kapital (tanah, modal uang, dan manusia). Pada perkembangannya sekarang ilmu ekonomi menyadari pentingnya memasukkan faktor-faktor intelektualitas berupa ilmu pengetahuan dan teknologi, kreativitas, dan berbagai bentuk modal inovatif yang dapat dikategorisasikan sebagai iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi).
Berbagai perkembangan inovasi pada teknologi informasi dan telekomunikasi (TIK) atau teknologi digital selama satu dekade terakhir, berdampak pada bidang ekonomi dan bisnis disebut sebagai masyarakat pascaindustri (post industrial society), ekonomi berlandaskan iptek, ekonomi inovasi, ekonomi online, ekonomi baru, e-conomy, dan ekonomi digital. (Cohen et al., 2000). Ekonomi digital adalah suatu hal yang kompleks dan merupakan fenomena yang baru muncul terkait dengan aspek-aspek ekonomi mikro, ekonomi makro, dan teori organisasi dan administrasi. Ekonomi digital akan menjelaskan perkembangan dan pertumbuhan ekonomi beberapa dekade yang akan datang.
Ekonomi Digital Menurut Ahli
Konsep mengenai digital ekonomi pertama kali diperkenalkan Tapscott (1998), menjelaskan sebuah sosiopolitik dan sistem ekonomi yang mempunyai karakteristik sebagai sebuah ruang intelijen, meliputi informasi, berbagai akses instrumen informasi dan pemrosesan informasi dan kapasitas komunikasi. Komponen ekonomi digital yang berhasil diidentifikasi pertama kalinya adalah industri TIK, aktivitas e-commerce antarperusahaan dan individu, distribusi digital barang-barang dan jasa-jasa, dukungan pada penjualan-penjualan barang-barang terutama sistem dan jasa-jasa yang menggunakan internet.
Sedangkan konsep ekonomi digital lainnya adalah digitalisasi informasi dan infrastruktur TIK (Zimmerman, 2000). Konsep ini sering digunakan untuk menjelaskan dampak global teknologi informasi dan komunikasi, tidak hanya pada internet, tetapi juga pada bidang ekonomi. Konsep ini menjadi sebuah pandangan tentang interaksi antara perkembangan inovasi dan kemajuan teknologi dan dampaknya pada ekonomi makro maupun ekonomi mikro. Ekonomi digital adalah sektor ekonomi meliputi barang-barang dan jasa-jasa saat pengembangan, produksi, penjualan atau suplainya tergantung kepada teknologi digital.
Sebuah perkembangan ekonomi digital tidak lepas dari karakteristik/sifatnya yakni adanya penciptaan nilai, produk berupa efisiensi saluran distribusi, dan struktur berupa terjadinya layanan personal dan sesuai keinginan. Di Indonesia, sistem Bank Indonesia real time gross settlement (RTGS) yakni suatu sistem transfer elektronik antarpeserta dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika (real time), per transaksi secara individual, jumlahnya cukup signifikan banyaknya, yakni bergerak antara Rp3 triliun sampai Rp4 triliun per bulan. Hal tersebut dapat dikategorikan sebagai sebuah transaksi e-banking yang menjadi bagian dari pada ekonomi digital. Demikian pula dengan transaksi belanja e-banking untuk kartu ATM dan kartu debit per bulan pada 2007 meliputi antara Rp247 miliar sampai dengan Rp293 miliar per bulan. Transaksi kartu kredit via internet pun jumlahnya juga signifikan yakni bergerak antara Rp38 triliun sampai dengan Rp44 triliun per bulan.
Contoh Ekonomi digital di Indonesia
Di Indonesia, transaksi digital semakin berkembang. Penggunaan E-banking dalam transaksi ekonomi semakin berkembang pesat. Hal ini membuktikan bahwa Indonesia juga ikut bersaing dalam dunia ekonomi digital. Economist Intelligence Unit merilis urutan negara-negara berdasarkan perkembangan ekonomi digital suatu negara. Indonesia menempati urutan 65(enam puluh lima) dari 70(tujuh puluh) negara. Pengurutan ini didasarkan beberapa segi yakni konektifitas, lingkungan bisnis, lingkungan sosial dan budaya, lingkungan hukum, kebijakan dan visi pemerintah serta konsumen. Indonesia sendiri memperoleh nilai 2.60 untuk konektivitas, 6.04 untuk lingkungan bisnis, 3.60 untuk lingkungan sosial dan budaya, 4.20 untuk lingkungan hukum, 3.88 untuk kebijakan dan visi pemerintah, 2.55 untuk segi konsumen. Secara keseluruhan Indonesia memperoleh nilai 3.60.
Dari segi konektivitas Indonesia berada di urutan 145 dengan kecepatan download 1.33Mb/s. Nilai ini sangat jauh dibandingkan dengan kecepatan internet di negara-negara lainnya. Bahkan untuk regional Asia Tenggara, Indonesia masih tertinggal dari negara lainnya.
Dari segi lingkungan bisnis, dengan berkembangnya penggunaan internet di sektor bisnis terjadi perubahan kultur dalam berbisnis seperti hilang atau berkurangnya perantara atau broker dalam bisnis sehingga mempersingkat saluran distribusi. Selain itu, perusahaan-perusahaan di Indonesia juga banyak yang membangun infrastruktur dengan dukungan teknologi informasi dan komunikasi sebagai alat bantu dalam menghadapi persaingan dalam perekonomian digital.
Dari segi sosial dan budaya, masyarakat Indonesia pada saat ini sudah semakin maju. Terbukti menurut survey dari situs WorlBank.org, Indonesia mengalami peningkatan pengguna internet yang cukup signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk Indonesia mulai mengikuti perkembangan teknologi di dunia. Hal ini juga menjadi parameter pertumbuhan perekonomian digital suatu negara.
Dari segi lingkungan hukum, dalam menjaga kestabilan dan keamanan teknologi informasi dan komunikaasi, terutama internet di Indonesia. Departemen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia membentuk Indonesia Security Incident Response Team on Internet and Infrastructure (ID-SIRTII) yang bertujuan untuk mengimbangi dengan kesiapan infrastruktur strategis untuk meminimalisir dampak negatif dari jaringan internet di Indonesia. Yang bertugas melakukan sosialisasi dengan pihak terkait tentang keamanan sistem informasi, melakukan pemantauan, pendeteksian, peringatan dini terhadap ancaman terhadap jaringan telekomunikasi dari dalam maupun luar negeri khususnya dalam pengamanan pemanfaatan jaringan, membuat/menjalankan/mengembangkan serta statistik keamanan internet di Indonesia.
Dari segi kebijakan dan visi pemerintah dalam ekonomi digital Indonesia. Pemerintah saat ini masih berfokus pada kabijakan ekonomi yang bersifat fiskal, sehingga kebijakan yang menguntungkan entrepreneur yang berkecimpung di dunia e-business masih relatif kurang. Namun dengan semakin majunya masyarakat Indonesia pemerintah tentu akan membuat kebijakan untuk mengimbangi dan mengatur pelaksanaan perekonomian digital.
Dari segi konsumen, walaupun perkembangan pengguna internet di Indonesia mulai meningkat. Namun, tidak menjamin banyaknya jumlah konsumen dalam transaksi ekonomi digital. Hal ini disebabkan masyarakat Indonesia lebih banyak menggunakan internet untuk bermain game ataupun bersosialisasi dengan jejaring sosial. Selain itu masih kurangnya kepercayaan konsumen dalam melakukan transaksi online.
Kilas Balik Perbankan Indonesia
Paket 1 Juni 1983 merupakan salah satu tonggak penting yang mengubah arah perbankan nasional yang tadinya belum mengikuti mekanisme pasar, atau dengan kata lain, mulai diterapkannya equal treatment antara bank pemerintah dengan bank swasta.
Kebijakan Oktober 1988 menjadi faktor utama terjadinya booming pendirian bank dengan memberikan kemudahan bagi para investor. Dalam kurun waktu 3 tahun sesudahnya, tercatat jumlah bank meningkat dari 111 bank pada tahun 1988 menjadi 182 bank pada pertengahan 1991. Pertumbuhan bank beserta kegiatan penyaluran dana bank yang luar biasa tersebut akhirnya berujung pada tindakan kebijakan uang ketat (Tight Money Policy) yang diambil oleh Bank Indonesia pada Tahun 1990.
Pakfeb 1991, yang bertujuan untuk mengembangkan dunia perbankan menjadi lembaga keuangan yang sehat, kuat, dan tangguh serta lebih dipercaya baik dalam tingkat nasional maupun global. Sistem penilaian kesehatan bank dengan CAMEL mulai diterapkan oleh Bank Indonesia, termasuk penetapan nilai CAR sebesar 8 persen yang harus dipenuhi mulai tahun 1993.
Bom waktu perbankan akhirnya meledak, dan tidak tanggung-tanggung dampak letusannya terhadap perekonomian Indonesia. Pada November 1997 sejumlah bank mulai rontok yang diawali dengan ditutupnya 16 bank yang akhirnya menyeret Indonesia ke krisis moneter yang tak terlupakan dalam sejarah perekonomian Indonesia.
Pada tahun 1998 dibentuk BPPN sebagai lembaga yang berusaha untuk menyelamatkan wajah perbankan Indonesia. BPPN lahir sebagai salah satu butir dalam serangkaian Letter of Intent (LOI) antara Pemerintah Indonesia dengan IMF, dengan LOI pertamanya ditandatangani pada 1 November 1997. Pembentukan BPPN ini dianggap sebagai awal proses rehabilitasi terhadap industri perbankan. Pada tahun 1998, dari 55 bank yang dirawat oleh BPPN ternyata 10 bank tidak tertolong (dilikuidasi), 4 bank harus masuk unit gawat darurat (direkapitalisasi), dan sisanya masih terus dirawat intensif. Pada maret 1999 38 bank kembali tak tertolong, 9 bank direkapitalisasi, dan 7 bank diambil alih.
Perbankan Indonesia sudah memasuki tahap konsolidasi yang ditandai dengan diluncurkannya Arsitektur Perbankan Indonesia (API). Bank Indonesia telah meluncurkan Arsitektur Perbankan Indonesia (API) pada bulan Januari 2004, sebagai awal dari tahap konsolidasi perbankan Indonesia. Ke dapannya, bank-bank Indonesia digolongkan kedalam 4 kelompok bank yaitu bank Internasional, bank nasional, bank fokus, dan bank dengan cakupan usaha terbatas. Pengelompokkan bank tersebut didasarkan pada kemampuan modalnya.
Terakhir adalah paket Oktober 2006 (Pakto) yang dikeluarkan oleh BI. Salah satu maksudnya adalah untuk mendorong perbankan nasional dalam meningkatkan penyaluran kredit tanpa mengabaikan prinsip kehati-hatian. Pakto ini mencakup 13 Peraturan Bank Indonesia, dua diantaranya adalah mengenai pelarangan kepemilikan tunggal dan pelaksanaan Good Corporate Governance.
5 PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI E-BANKING
Intensitas penggunaan layanan transaksi berbasis kartu di Indonesia memang cenderung semakin meningkat. Fenomena tersebut mengindikasikan bahwa masyarakat digital- khususnya less-cash society di Indonesia mulai terbentuk. Memang masyarakat digital tersebut masih tergolong minoritas. Sebagai ilustrasi, jika jumlah kartu plastik sebanyak 41.172.551 dibagi jumlah penduduk Indonesia- yang tercatat sebanyak 225 juta pada tahun 2006, maka kartu plastik per kapitanya adalah 0.18. Angka tersebut bisa diartikan bahwa hanya 18 dari 100 orang Indonesia yang mempunyai kartu plastik. Jumlah masyarakat digital tersebut relatif tertinggal jika dibandingkan dengan negara-negara maju. Sebagai contoh, di Amerika Serikat persentase keluarga yang menggunakan berbagai jenis kartu plastik tersebut untuk tahun 2003 saja sudah mencapai 65% untuk kartu ATM, 54% untuk Debit Card, 73% untuk Prepaid Card, dan 6% untuk Smart Card (The Fed, 2004).
Perbedaan tingkat penetrasi layanan E-banking tentunya sangat menarik untuk dikaji, terutama dikaitkan dengan faktor-faktor pendorong atau penghambat penetrasi E-Banking tersebut di masyarakat. Tingkat penerimaan inovasi teknologi selain dipengaruhi oleh karakteristik demografi dan sosioekonomi, juga dipengaruhi oleh persepsi masyarakat tentang teknologi tersebut serta karakteristik dari berbagai jenis layanan E-banking itu sendiri. Untuk kasus di Amerika Serikat, pemanfaatan layanan perbankan berbasis komputer (computer banking) disebabkan oleh faktor kemudahan layanan- disebutkan oleh 79 persen responden dan penghematan waktu-disebutkan oleh 71 persen responden. Hasil survey lainnya menunjukkan faktor kesediaan layanan E-banking yang 24 jam menjadi faktor penting lainnya (The Fed, 2004). Memang ada faktor lain yang cenderung menjadi penghambat yaitu aspek keamanan dan kerahasiaan dari layanan E-banking.
Pola penggunaan layanan E-banking dan perubahan karakteristik demografi dan sosioekonomi dari masyarakat pengguna menjadi salah satu tantangan tersendiri dalam memasyaratkan layanan E-banking. Untuk kasus di Indonesia, peran perbankan dengan layanan E-banking-nya menjadi sangat penting dan menjadi aktor utama dalam mempercepat pembentukan masyarakat digital. Dengan besarnya dana masyarakat yang tersimpan di industri perbankan, sebuah bank masih bisa meningkatkan aktivitas transaksi yang paperless di masa yang akan datang. Hal ini bisa dilihat dari trend pertumbuhan jumlah kartu plastik beserta nilai transaksinya yang semakin meningkat dalam 12 bulan terakhir ini. Tantangannya adalah bagaimana mempercepat laju penetrasinya di masa yang akan datang.
User education menjadi salah satu strategi kunci dalam meningkatkan penetrasi layanan E-banking. Implementasinya perlu mempertimbangkan persepsi masyarakat tentang E-banking, terutama mengenai faktor-faktor yang masih menjadi penghambat dalam penetrasi E-banking. Salah tantangan terberat adalah bagaimana meningkatkan penetrasi TIK di masyarakat berpenghasilan rendah- yang masih merupakan mayoritas di Indonesia. Berbagai hasil penelitian pun menunjukkan bahwa penetrasi TIK, termasuk layanan E-banking masih terkonsentrasi pada masyarakat golongan ekonomi menengah ke atas, berpendidikan tinggi, dan terkonsentrasi di perkotaan.
How to Transform into Digital Economy (Bagaimana untuk berubah menjadi Ekonomi Digital)
Sebuah ekonomi digital adalah ekonomi yang didasarkan pada barang elektronik dan jasa yang dihasilkan oleh bisnis elektronik dan diperdagangkan melalui perdagangan elektronik. Artinya, bisnis dengan produksi elektronik dan proses manajemen dan yang berinteraksi dengan mitra dan pelanggan dan melakukan transaksi melalui Internet dan Web teknologi.
Konsep ekonomi digital muncul di dekade terakhir abad ke-20. Nicholas Negroponte (1995) menggunakan metafora bergeser dari atom pengolahan bit pengolahan. Ia membahas kerugian dari bekas (massa misalnya, transportasi bahan,) dan keuntungan yang disebut terakhir (misalnya, bobot, virtual, gerakan global instan).
Dengan populasi tumbuh dan mobilisasi sumber daya, ekonomi digital tidak terbatas pada usaha perdagangan dan jasa saja, tetapi, itu meliputi setiap aspek kehidupan dari kesehatan untuk pendidikan dan dari bisnis dengan perbankan. Lebih lanjut sementara hal yang terjadi pada media digital maka mengapa tidak komunikasi dengan pemerintah. eGovernment sudah memainkan peran dalam ekonomi digital ini dengan menyediakan eServices melalui berbagai kementerian/departemen untuk eCitizen nya.
karakteristik Ekonomi Digital
Berikut adalah beberapa karakteristik Ekonomi Digital menurut DonTapscott:
Knowledge : menjadi elemen penting dari produk
Digitization : produk dan bentuk pelayanan diubah menjadi format satu dan no.
Virtualization : hal-hal fisik bisa menjadi virtual
Molecularization : penggantian media massa ke media molekul
Internetworking : ekonomi Jaringan dengan interkoneksi mendalam dan jangkauan entitas ekonomi
Disintermediation : penghapusan perantara dan setiap berdiri di antara produsen dan konsumen
Convergence. : konvergensi komputasi, komunikasi, dan konten
Innovation : inovasi menjadi pendorong utama keberhasilan bisnis
Prosumption : gap antara konsumen dan mengaburkan produsen dalam beberapa cara
Immediacy : ini adalah real-time ekonomi yang terjadi pada kecepatan cahaya
Globalization : pengetahuan tidak mengenal batas, hanya ada dunia ekonomi
Discordance : timbulya kontradiksi sosial yang sangat besar
Suatu negara dikatakan berkembang Ekonomi Digital-nya ditandai dengan semakin maraknya berkembang bisnis atau transaksi perdagangan yang memanfaatkan internet sebagai medium komunikasi, kolaborasi, dan kooperasi antar perusahaan atau pun antar individu. Tengoklah bagaimana maraknya perusahaan-perusahaan baru maupun lama yang terjun ke dalam format bisnis elektronik e-business dan e-commerce.
Dengan semakin banyaknya perusahaan-perusahaan baru maupun lama yang berbasis e-business atau e-commerce menyebabkan semakin banyaknya persaingan. Untuk dapat bertahan dan memenangkan persaingan, para pemain perlu memahami karakteristik dari konsep yang menjadi landasan karena sangat berbeda dengan ekonomi klasik yang selama ini dikenal. Tidak jarang bahwa perusahaan harus melakukan transformasi bisnis (merubah model bisnis) agar dapat secara optimal bermain di dalam arena ekonomi digital. Bagi perusahaan baru (start-up company), untuk terjun ke bisnis ini biasanya lebih mudah dibandingkan dengan perusahaan yang telah lama berdiri. Statistik menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan lama yang ingin memanfaatkan keberadaan ekonomi digital harus mengadakan perubahan mendasar pada proses bisnisnya secara radikal (business process reengineering).
PERBANDINGAN EKONOMI LAMA VS EKONOMI BARU
Perekonomian Lama :
Ø Diorganisasi berdasarkan unit produk
Ø Berfokus pada teransaksi yang menghasilkan laba
Ø Melihat terutama pada skor keuangan
Ø Berfokus pada pemegang saham
Ø Departemen pemasaran melakukan pemasaran
Ø Membangun merek melalui iklan
Ø Berfokus pada mendapatkan pelanggan
Ø Tidak ada ukuran kepuasan
Ø Janji Besar, Penyerahan kecil
Perekonomian Baru :
Ø Diorganisasi berdasarkan segmen pelanggan
Ø Berfokus pada nilai masa hidup pelanggan
Ø Melihat juga pada skor pemasaran
Ø Berfokus pada stakeholder
Ø Setiap orang melakukan pemasaran
Ø Membangun merek melalui kinerja
Ø Berfokus pada mempertahankan pelanggan
Ø Mengukur tingkat kepuasan dan bertahannya pelanggan
Ø Janji kecil, Penyerahan besar
Perbedaan Pradigma Perekonomian Lama dan Perekonomian baru Perekonomian lama tampaknya lebih sederhana :
Mereka membuat produk yang standart untuk menurunkan biaya.
Tujuan mereka adalah terus menerus memperluas ukuran pasar mereka guna mencapai skala ekonomi.
Sasarannya adalah efisiensi dan untuk mencapai sasaran itu perusahaan dikelola secara hierarkis, dengan seorang bos pada puncak mengeluarkan perintah kepada sejumlah manajer menengah, memandu para pekerja.
Perekonomian baru didasarkan pada revolusi digital dan manajemen informasi, informasi memiliki sejumlah sifat :
Dapat dideferensiasikan tanpa batas, disesuaikan dengan kebutuhan, dan dibuat pribadi.
Melalui jaringan internet, dapat disampaikan kepada banyak orang, dan menjangkau dengan kecepatan tinggi.
Dapat diakses oleh siapapun, orang akan mendapatkan informasi yang lebih baik dan mampu melakukan pilihan yang lebih baik.
2. Retailing in Electronic Commerce (E-Tailing)
Definisi ‘Ritel Elektronik – E-tailing’
Penjualan barang dan jasa melalui Internet. Ritel elektronik, atau e-tailing, dapat mencakup penjualan konsumen business-to-business-to-business dan. Pendapatan E-tailing dapat berasal dari penjualan produk dan jasa, melalui langganan konten website, atau melalui iklan.
Ini adalah plesetan dari kata “ritel” dan “e-commerce.”
Investopedia menjelaskan ‘Ritel Elektronik – E-tailing’
E-tailing mengharuskan bisnis untuk menyesuaikan model bisnis tradisional untuk wajah berubah dengan cepat dari Internet dan penggunanya. E-tailers tidak dibatasi hanya ke Internet, dan beberapa bisnis bata-dan-mortir juga mengoperasikan situs web untuk menjangkau konsumen. Ritel online biasanya disebut sebagai e-tailing.
Untuk tetap berada pada anak tangga lebih tinggi dari e-tailing, yang e-tailer perlu membuat seluruh paket produk menarik dan membuat kepuasan pelanggan prioritas utama perusahaan. Setiap produk harus menyertakan penjelasan rinci dan harus dibuat tersedia dengan harga yang jujur. Dengan kemajuan teknologi e-commerce, e-tailing yang semakin disempurnakan dan terus menyempurnakan diri dalam upaya untuk melampaui harapan konsumen. E-tailing pengecer membantu membangun pelanggan setia dan bertujuan menjual di daerah-daerah dimana mereka tidak memilikikehadiran fisik.
Online pengecer dapat meningkatkan penjualan dan keuntungan lebih cepat daripada batu bata dan mortar sebagai toko penjualan online menawarkan keuntungan memiliki toko yang terbuka 24 jam sehari selama seminggu. Jual online juga memungkinkan pengecer untuk menampilkan barang dagangan mereka dalam setiap bagian dari dunia tanpa biaya tambahan. Keuntungan ini memungkinkan online retailer memperluas pasar mereka untuk proporsi global atau menargetkan segmen yang sangat terfokus.
Bagaimana Menjual On-line?
Apakah kita desain itu kita sendiri, membeli template, atau mempekerjakan seseorang untuk mengembangkan sebuah situs web e-commerce bagi bisnis ritel kita, harus profesional mencari, mudah dinavigasi, dan kaya konten. Website harus diselenggarakan dengan sumber yang terpercaya, dengan downtime yang kecil dan dukungan teknis yang handal. situs ini juga harus aman karena harus mengumpulkan informasi pribadi dan keuangan dari pelanggan.
Pertama-tama kita harus menetapkan tujuan dan sasaran untuk situs dan kemudian, mengembangkan rencana strategis dan desain situs yang sesuai. Tujuan situs web – apakah itu untuk mengumpulkan lead atau menjual produk – harus drive desain halaman.
Perencanaan sebuah situs web e-commerce adalah sangat mirip dengan menulis rencana bisnis. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi fokus dari situs web, kebutuhan pelanggan dan apa kompetisi yang dilakukan on-line.
Khusus fitur e-tailing
Toko Online Lihat Setiap situs e-Tailing memiliki depan toko dengan identitas, citra dan positioning. Bagian depan toko online memiliki identitas tanda tangan dengan fitur yang memicu dari browsing dan membujuk pelanggan untuk membeli penawaran produknya. tombol navigasi yang memicu browser dan “cookie” memimpin pelanggan benar-benar melalui penawaran situs.
Kepadatan Visual kepadatan Visual adalah semua pemanfaatan ruang tentang virtual seperti manajemen ruang di rak ritel. On-line pengecer menggunakan kepadatan visual sangat efektif untuk mempromosikan dan menjual barang dagangan korban. daya tarik visual Sebuah situs memastikan bahwa browser tetap dengan situs untuk waktu yang lama.
On-line Merchandising Salah satu keuntungan utama dari merchandising on-line adalah bahwa situs ini dapat memiliki jumlah tak terbatas SKU pada layar. Hal ini karena ruang virtual hampir tak terbatas. Campuran penawaran dapat dilakukan untuk menarik basis nasabah yang luas. analisis merchandise back-end dapat dibuat untuk analisis aliran klik dan konversi tersebut. Satu juga dapat mengukur jumlah non-pembeli yang mengunjungi situs. Penawaran terkait untuk membeli membeli bertindak sebagai pemicu. Pada on-line ritel, tidak ada persediaan usang karena fakta bahwa barang tidak terkena sama sekali juga tidak ada inventarisasi biaya tercatat di web. Biaya yang rendah, ada potensi untuk margin tinggi dalam e-Tailing. Tabel berikut menunjukkan, gender-bijaksana, kategori paling berbelanja di seluruh dunia on-line.
On-line Harga Harga barang on-line yang kompetitif dibandingkan dengan toko bata-dan-mortir. Hal ini karena beban usaha disimpan dengan bekerja melalui Internet umumnya disampaikan kepada konsumen.
New Top-Retail
Perkembangan baru-baru ini mengirim e-salam telah membantu pelanggan biasakan menggunakan Internet. Daerah lain pembangunan adalah penggambaran tagihan. perbankan Ritel dan layanan terkait melalui Internet juga dipromosikan dan banyak transaksi terjadi melalui internet. Belanja robot pada bantuan bersih instan perbandingan harga untuk memungkinkan pelanggan membuat keputusan pembelian.
Logistik dan supply chain Faktor kunci sukses untuk ritel on-line adalah logistik yang efisien untuk memastikan bahwa produk yang tepat dikirim ke pelanggan yang tepat pada waktu yang tepat. Jaringan supply chain dipicu dengan cara otomatis, pertemuan berjanji tanggal pengiriman. Aliansi sangat penting dalam bidang manajemen sumber dan vendor, pergudangan, transportasi dan pengiriman pesanan efektif. Menyimpan dagangan di gudang satelit memungkinkan pengiriman tepat waktu dalam operasi yang tersebar di wilayah yang luas.
Promosi on-line Ada lingkup yang baik untuk mempromosikan produk situs dagangan dan dijual on-line. Situs itu sendiri dapat host link produk / jasa yang ditawarkan oleh perusahaan lain untuk biaya. Banner, crawler, tombol browser, link URL, dll dapat diletakkan di situs non-pesaing lainnya. Ada banyak kesempatan untuk menciptakan kekakuan pelanggan dengan terus berkomunikasi dengan mereka melalui e-mail. Personalized korban dapat dibuat untuk pelanggan individu berdasarkan karakteristik individu belanja.
Keuntungan e-taling
-merupakan cara penjualan produk yang efektif dan cepat
-aman secara fisik
-mempunyai nilai fleksibel
-perluasan pasar
-memperpendek jarak
Spektrum yang lebih luas-pelanggan
-Non-geosentris kebiasaan membeli pelanggan.
Tantangan untuk e-tailing
On-line pedagang harus memenuhi semakin on line-cerdas, waktu berderak konsumen.
Para pesaing hanya dengan sekali klik Ketika konsumen pencarian, mereka telah tersedia beberapa pilihan, dan banyak menggunakan pencarian untuk menavigasi Web daripada ketik atau bookmark situs tertentu.
Pengunjung dapat menghilang detik Top konsumen pembeli berorientasi pada tujuan. Jika mereka tidak segera menemukan apa yang mereka cari, mereka pergi dalam hitungan detik.
Belanja adalah proses multi langkah. Konsumen suka browsing. Banyak menghabiskan waktu sedikit wajar mengunjungi beberapa situs hanya untuk mengumpulkan informasi. Mereka juga dapat membandingkan beberapa korban pesaing sebelum memukul “beli sekarang” tombol.
Waktu antara kunjungan awal dan pembelian meningkat. Semakin konsumen finansial menantang mungkin menunggu lebih lama sebelum membeli.
Pelanggan menunggu untuk menawarkan pedagang terbaik. Setelah dibujuk selama musim liburan dengan gratis biaya pengiriman dan penanganan dan menawarkan harga-driven lain, konsumen telah dilatih untuk menunggu kesepakatan khusus.
Perangkap E-Tailing
Tidak Ambiance Teater di situs line ritel tidak memiliki suasana teater yang dapat dirasakan oleh pelanggan.
Tidak ada Pengalaman Emosional Tidak ada pengalaman berbelanja pelanggan emosional yang bisa masuk e-Tailing karena dia akan di lingkungan batu bata-dan-mortir.
Merchandise Berwujud Pelanggan tidak bisa memegang, mencium, merasakan atau mencoba produk tersebut.
Masalah Keamanan Pelanggan on-line enggan untuk berpisah dengan rincian kartu kredit mereka di internet, takut mereka mungkin disalahgunakan. Pelanggan yang belum yakin bahwa metode ini sangat mudah.
Layanan Pelanggan India impersonal pelanggan digunakan untuk layanan pelanggan yang nyata pribadi on-line ritel tidak dapat menyediakan.
Beberapa organisasi telah mencoba menggunakan Internet bersama dengan operasi mereka bata-dan-mortir. Itu hanya soal waktu sebelum on-line ritel mengambil di India. Jika ada konsistensi dalam kualitas dan pengiriman tepat waktu, kenyamanan kategori tertentu seperti buku dan musik pasti akan kinerja yang baik.
Dari artikel diatas secara singkatnya menurut saya
Retail adalah pengecer. Pengecer berperan sebagai perantara yang berharga dengan mendistribusikan produk langsung kepada konsumen.
E-tailing adalah kegiatan retail yang dilakukan secara online melalui internet. Penjualan barang dan jasa dengan internet cepat mendapatkan reputasi sumber bisnis mapan. Fleksibilitas dan kemudahan membuatnya menjadi pilihan bagi pemilik bisnis untuk membuka e-toko dari bisnis mereka, karena semakin penting untuk menjangkau pelanggan global dan karenanya berarti bisnis untuk semua orang.
Dengan model bisnis yang sukses seperti ebay.com, amazon.com dan lastminute.com, orang lebih cenderung untuk membuka e-toko tidak seperti sebelumnya. Hari ini mereka merasa lebih aman, percaya diri dan aman menginvestasikan uang di toko karena kesuksesan e-tailing dalam beberapa tahun terakhir.
Namun, e-tailing tidak sesederhana ritel. Ini bukan tentang hanya membuka toko dan mulai mendapatkan pelanggan.
Kuncinya adalah kebutuhan untuk memahami bahwa pelanggan e-tailing ini berbeda dari pelanggan di toko ritel. Kedua jenis pelanggan dapat membeli hal yang sama. Namun, perbedaan menyentuh fisik produk atau pengujian produk fisik sebelum membeli, apakah ada setelah semua. Seorang pelanggan ritel hanya akan pergi ke toko dan membeli produk tersebut dan membawanya pulang, di sisi lain e-taling pelanggan memiliki kebutuhan yang berbeda untuk dipertimbangkan. Dia akan mencari transaksi aman, kembali prosedur produk, jaminan dan dalam beberapa kasus ia mungkin akan tertarik untuk mengetahui mana lokasi fisik perusahaan dia membeli dari, sebelum dia benar-benar membuat pembelian.
E-tailing pada dasarnya adalah untuk menjangkau pasar yang lebih luas, atau pasar global di sebagian besar kasus, yang tidak bisa telah memanfatkan dibatasi hanya dengan toko fisik di beberapa pasar.
Referensi :
Chaudhury, Abijit & Jean-Pierre Kuilboer (2002), e-Business and e-Commerce Infrastructure, McGraw-Hill, ISBN 0-07-247875-6
Kessler, M. (2003). More shoppers proceed to checkout online. Retrieved January 13, 2004.
Seybold, Pat (2001), Customers.com, Crown Business Books (Random House), ISBN 0-609-60772-3.
Dilansir dari : http://muhamadilhamainulyaqin.ilearning.me/2014/07/08/modul-3-4-digital-economy-ekonomi-digital-dan-retailing-in-electronic-commerce-e-tailing/
Advertisement
0 Comments
EmoticonEmoticon